Harga Emas dan Perak Jakarta

Minggu, 26 Mei 2013

FISIOLOGI TERNAK

BAB I

PENDAHULUAN

Pertumbuhan merupakan suatu proses perubahan dalam makhluk hidup yang berupa kanaikan massa, pertambahan ukuran, pertambahan bobot badan, disertai dengan peningkatan populasi. Pertumbuhan adalah fenomena kompleks yang tidak hanya dipengaruhi oleh hormon pertumbuhan, tetapi juga oleh hormon tiroid, androgen, glikocortiroid dan insulin.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Susunan  genetika adalah faktor intrinsik, sedangkan  makanan dan kondisi lingkungan merupakan faktor ekstrinsik yang paling penting mempengaruhi pertumbuhan.
Tujuan dari praktikum pertumbuhan adalah agar praktikan mampu memiliki ketrampilan mengukur pertumbuhan hewan dan agar praktikan mampu menguji pentingnya faktor pakan dalam proses pertumbuhan. Manfaat yang dapat diperoleh dari praktikum ini adalah agar praktikan mampu mengiterprestasikan data yang didapat untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan.




BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1. Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan merupakan fenomena kompleks yang tidak hanya dipengaruhi oleh hormon petumbuhan tetapi juga hormon tiroid, androgen, glukocotikoid dan insulin. Pertumbuhan didefinisikan sebagai suatu peningkatan massa. Faktor-faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi pertumbuhan hewan. Makanan dan kondisi lingkungan merupakan faktor ekstrinsik yang paling penting dalam mempengaruhi pertumbuhan. Pertumbuhan adalah penambahan bobot badan persatuan waktu (Tillman, 1991). Perkembangan pada hewan tidak hanya terbatas pada morfogenesis dan defferensiasi. Perkembangan juga menyangkut suatu peningkatan besarnya organisme tersebut. Pada pertumbuhan hewan sebagian besar terjadi setelah selesainya morfogenesis dan defferensiasi (Kimball, 1999).
Pertumbuhan hewan sangat berbeda dengan pertumbuhan pada tumbuhan. Umumnya tumbuhan mampu tumbuh sepanjang hidupnya, sedangkan pada hewan hanya terjadi selama masa pertumbuhan hingga masa dewasa. Pada hewan semenjak lahir telah diketahui bentuk kasar pada masa dewasanya (Slamet, 1989).
Laju pertumbuhan suatu organisme berjalan secara tidak konstan, tetapi meliputi suatu periode pertumbuhan yang dipercepat dan pertumbuhan yang diperlambat. Pertumbuhan biasanya berlangsung dengan cepat dan selanjutnya berlangsung secara perlahan. Hal tersebut membentuk kurva sigmoid. Pertumbuhan ayam broiler berlangsung dengan cepat sampai 8 minggu, setelah itu pertumbuhan menjadi menurun (Maynard, 1979). Pertumbuhan unggas dipengaruhi oleh bangsa, jenis kelamin, umur, kualitas ransum, dan lingkungannya (Wahju, 1992).
Fase pertumbuhan setelah individu dilahirkan meliputi fase balita, remaja, dewasa, kemudian mati. Pada hewan, fase dewasa adalah berfungsinya secara penuh organ-organ reproduksi di dalam tubuh. Pertumbuhan sebagian besar terjadi setelah selesainya morfogenesis dan diferensiasi. Agar pertumbuhan dapat terjadi, maka laju sintesis molekul yang kompleks dari organisme itu seperti protein, harus melebihi laju perombakannya. Ini berarti bahwa harus ada tambahan moleku organik (yaitu asam amino, asam lemak, gliserol, glukosa) yang diambil oleh organisme itu dari lingkungannya. Beberapa dari bahan ini merupakan bahan baku dalam reaksi anabolisme, dan lainya akan menyediakan energi ekstra yang diperlukan. Pada organisme fotosintetik, cahaya menyediakan energi untuk anabolisme dan molekul–molekul merupakan bahan baku    (Kimball, 1999).
Dengan demikian, pertumbuhan berarti memperoleh lebih banyak bahan dari lingkungan dari pada yang dikembalikan ke lingkungan tersebut dalam bentuk limbah metabolik. Kita tumbuh dengan mengubah molekul organik yang tidak begitu spesifik yang kita ambil dari lingkungan menjadi bahan sel yang khas bagi kita. Kemampuan semua mahluk hidup untuk membentuk dirinya sendiri lebih spesifik, menyusun bahan kompleks dari bahan agak sederhana yang tak teratur dari lingkungan adalah suatu kemampuan tumbuh. Pertumbuhan pada organisme dapat terjadi secara sederhana dengan peningkatan jumlah sel-selnya. Orang dewasa terdiri dari kira–kira 60 triliun sel, sedangkan bayi yang baru lahir mengandung sel kira-kira 2 triliun. Pertumbuhan dapat juga terjadi sebagai akibat peningkatan ukuran sel. Dalam pertumbuhan suatu organisme, biasanya dapat dibedakan beberapa periode. Periode pertama adalah periode lamban dengan ciri adanya sedikit pertumbuhan atau tidak ada pertumbuhan yang sebenarnya. Dalam periode ini, organisme sedang mempersiapkan diri untuk tumbuh (Kimball, 1999).
Periode lamban diikuti oleh periode logaritma atau periode eksponen. Pada periode ini mulailah pertumbuhan, yang mula-mula lambat tetapi kemudian semakin cepat. Jadi organisme membesar menurut progresi geometri, perlipatan dan perlipatan lagi dalam ukurannya. Progresi yang demikian dinyatakan dalam aljabar dengan eksponen, karena itu fase pertumbuhan ini disebut fase eksponen. Organisme yang berbeda membutuhkan waktu yang sangat bervariasi untuk meningkatkan ukurannya mejadi dua kali. Berapapun lamanya, semua organisme selalu melalui periode percepatan yang konstan dalam pertumbuhannya       (Kimball, 1999). Pertumbuhan hewan sangat berbeda dengan pertumbuhan pada tumbuhan. Umumnya tumbuhan mampu tumbuh sepanjang hidupnya, sedangkan pada hewan hanya terjadi selama masa pertumbuhan hingga masa dewasa. Pada hewan semenjak lahir telah diketahui bentuk kasar pada masa dewasanya  (Slamet, 1989).
Fase eksponen tidak terjadi terus-menerus, tetapi dilanjutkan dengan periode perlambatan. Sekarang pertumbuhan berlangsung lebih lambat dan akhirnya berhenti sama sekali. Pada banyak organisme, laju pertumbuhan menurun tapi tidak berhenti sama sekali (Kimball, 1999).
2.2.      Deskripsi Ayam
            Pengertian Ayam Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat, sebagai penghasil daging dengan konversi pakan rendah dan siap dipotong pada usia yang relatif muda. Pada umumnya broiler ini siap panen pada usia 28-45 hari dengan berat badan 1,2-1,9 kg/ekor. Selain itu broiler adalah ternak ayam yang paling ekonomis bila dibandingkan dengan ternak lain .Kecepatan produksi daging ayam broiler mempunyai kelebihan .Dalam waktu relatif cepat dan singkat daging ayam bisa segera diperoleh dan dipasarkan atau di komsumsi.
Anatomi Ayam meliputi Kulit dan Bulu, Sistem Rangka, Sistem Otot, Sistem Peredaran Darah, Sistem Pernapasan, Sistem Pencernaan, Sistem Saluran Urin, Sistem Saraf, Sistem Reproduksi, Sistem Kekebalan Tubuh, Faktor Penyebab Ayam Terserang Penyakit, Ciri Ayam Sehat.
            Dalam beternak ayam broiler, usahakan supaya kandang diletakkan jauh dari pemukiman penduduk, tempatnya strategis sehingga transportasinya tidak sulit. Sumber air mudah dijangkau, dan kandang ayam harus berarah membujur dari timur ke barat. Memperhatikan ventilasi juga suhu udara dalam kandang.. Tipe kandang ayam Broiler ada dua, yaitu bentuk panggung dan tanpa panggung (litter). Pada awal pemeliharaan, kandang ditutupi plastik untuk menjaga kehangatan, sehingga energi yang diperoleh dari pakan seluruhnya untuk pertumbuhan, bukan untuk produksi panas tubuh. Kepadatan kandang yang ideal untuk daerah tropis seperti Indonesia adalah 8-10 ekor/m2. Lebih dari angka tersebut, suhu kandang cepat meningkat, terutama pada siang hari. Pada umur dewasa yang menyebabkan konsumsi pakan menurun, ayam cenderung banyak minum, stress, pertumbuhan terhambat dan mudah terserang penyakit.
Gambar Ayam Broiler:
https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSOBlia0rh4JhoWsJZlnxBOWnDdUSKz8dWcCCwnfnPGYHr3s5dJZw


2.3.      Anatomi Hewan
            Ayam jantan mempunyai kecepatan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ayam betina. Laju pertumbuhan pada ayam jantan lebih cepat dibandingkan dengan ayam betina dikarenakan konsumsi pakan pada ayam jantan lebih banyak dibanding dengan ayam betina.
            Perbedaan pertumbuhan ayam bloiler jantan dan ayam bloiler betina, pada ayam bloiler jantan bobot badannya lebih berat daripada bobot badan ayam bloiler betina, untuk pertumbuhan jengger ayam bloiler jantan lebih cepat daripada pertumbuhan jengger ayam bloiler betina, serta pada pertumbuhan bulu ayam bloiler jantan lebih lambat sedangkan pada ayam bloiler betina lebih lambat.
2.4.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah jenis kelamin, kualitas dan kuantitas ransum, aktivitas, selain itu keadaan lingkungan dan juga gen. Jenis kelamin mempengaruhi kecepatan pertumbuhan pada ayam. Ayam jantan cenderung lebih cepat pertumbuhannya jika dibandingkan dengan ayam betina. Hal ini karena proses metabolisme pada ayam jantan lebih cepat dan lebih  mudah menguraikan bahan makanan (Wahju, 1992).
Kualitas ransum yang baik akan mempercepat pertumbuhan . Sedangkan untuk faktor genetik dan lingkungan saling mempengaruhi, apabila ayam hidup dalam lingkungan yang mendukung maka genetiknya akan berkembang dengan optimal. Faktor genetik adalah faktor yang bersifat menurun, sedangkan lingkungan meliputi ransum, penyakit dan manajemen. Kedua faktor ini menyebabkan kemampuan pertumbuhan individu berbeda. Menurut  Suharsono (1976) pertumbuhan merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan lingkungan.
Aktivitas yang dilakukan ayam memberikan pengaruh yang nyata pada struktur otot dan tulang. Jika sering beraktivitas, pertumbuhan otot dan tulang akan cepat. Jika aktivitas kurang, maka pertumbuhan otot dan tulang terhambat. Ayam yang digunakan dalam percobaan ini terlihat kurang aktivitas karena ditempatkan dalam kandang yang sempit, sehingga pertumbuhan ayam belum maksimal. Aktivitas ayam jantan lebih tinggi daripada ayam betina (Wahju, 1992).
Keadaan lingkungan di sekitar ayam mempengaruhi pertumbuhan ayam tersebut. Lingkungan yang baik seperti kandang yang bersih dan makanan yang bersih dapat meningkatkan pertumbuhan ayam. Pada percobaan, ayam yang digunakan ditempatkan pada kandang yang tidak bersih sehingga pertumbuhannya tidak maksimal (Wahju, 1992).
Gen adalah penentu pola dasar pertumbuhan yang meliputi bentuk-bentuk tulang, otot, warna bulu, dan ciri lainnya. Hormon berfungsi mendorong petumbuhan. Ayam yang mempunyai gen pedaging lebih cepat pertumbuhannya terutama pertumbuhan daging atau ototnya (Wahju, 1992).












BAB III

MATERI DAN METODE

  Praktikum Dasar Fisiologi Ternak tentang pertumbuhan dilaksanakan pada hari selasa, 06 November 2012  pukul 10.00 - 12.00 WIB  untuk pengamatan  kedua, hari selasa, 13 November 2009 pukul 10.00-12.00 WIB di Laboratorium, Biologi, Struktur dan Fungsi  Hewan Jurusan Biologi, Fakultas  Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang.

3.1. Materi

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah kandang ayam sebagai tempat untuk memelihara ayam, dan tali sebagai alat untuk mengukur panjang bagian tubuh ayam, timbangan digital untuk mengukur bobot badan ayam, dan bahan yang digunakan adalah ayam broiler sebagai hewan percobaan.

3.2. Metode

Metode  yang dilakukan  dalam praktikum pertumbuhan adalah mula-mula menimbang bobot badan awal, mengukur panjang paruh, panjang tabiatarsus serta mengukur panjang sayap dengan menggunakan penggaris. Setiap seminggu sekali dalam waktu 2 minggu melakukan pengamatan untuk mengukur bobot badan,  panjang paruh, panjang sayap, panjang tabiatarsus untuk mengetahui pertumbuhannya.













BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.    Pertumbuhan Ayam
Tabel 1. Pengukuran Bobot Tubuh dan Somatometrik
Variabel yang Diukur
Minggu I
Minggu II
Bobot Tubuh (g)
1,51 kg
1,51 kg
1,51 kg
1,63 kg
1,63 kg
1,63 kg
Panjang Paruh (cm)
3,7 cm
3,7 cm
3,7 cm
4 cm
4 cm
4 cm
Panjang Sayap (cm)
11,3 cm
11,3 cm
11,3 cm
12,8 cm
12,8 cm
12,8 cm
Panjang Tabiatarsus (cm)
19,5 cm
19,5 cm
19,5 cm
21,2 cm
21,2 cm
21,2 cm
Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2012.


Berdasarkan praktikum Pertumbuhan, bobot tubuh ayam bloiler bertambah pesat dan panjang paruh puyuh mengalami peningkatan sedikit lebih panjang. Hal ini sesuai pendapat Soeparno (1992) yang menyatakan bahwa pertumbuhan merupakan perubahan yang meliputi perubahan bobot badan, bentuk dimensi linier, komposisi termasuk perubahan komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan abu pada karkas. terlihat dari tabel pertumbuhan bobot tubuh dan somatemetrik mengalami pertumbuhan pesat pada bobot tubuh dan sedikit pertambahan pada panjang paruh, sedangkan panjang sayap dan panjang tabiatarsus lebih panjang dari pengukuran awal, ini dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas ransum yang diberikan, kuantitas dan kualitas pakan sangat mempengaruhi hasil proses pertumbuhan. Pertimbangan paling dominan pada pakan hewan adalah kandungan energi dan protein dalam pakan. Proses biosintesis protein membutuhkan energi. Perbandingan yang tepat antara kalori dan energi dalam pakan ayam menghasilkan pertumbuhan yang optimal ( Praseno et al., 2003). Penambahan suhu ini berfungsi agar DOC menyesuaikan diri dengan lingkungan , Sebagai informasi suhu tubuh DOC sekitar 350C, sedang suhu lingkungan sekitar 25 – 270C. Dan hormon sebagai regulator proses fisiologis memegang peran dalam proses pertumbuhan. Kualitas dan kuantitas hormon menentukan hasil pertumbuhan ayam broiler. Defisiensi maupun kelebihan hormon yang berperan dalam metabolisme akan menyebabkan proses pertumbuhan ayam broiler terganggu, bila terjadi defisiensi, maka pertumbuhan akan terlamabat akan tetapi bila terdapat berlebihan maka pertumbuhan menjadi tidak terkendali ( Praseno et al., 2003 ). Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (1992) yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah jenis kelamin, aktivitas, kualitas dan kuantitas ransum, selain itu suhu lingkungan dan juga hormon. Bobot tubuh dan panjang paruh termasuk dalam periode eksponensial karena pertumbuhanya sedikit lebih cepat dari pengukuran awal, sedangkan panjang sayap dan panjang tabiatarsus termasuk dalam periode perlambatan karena panjang semakin berkurang dari pengukuran awal. Hal ini sesuai dengan pendapat Kimball (1992) yang menyatakan bahwa adanya pertumbuhan yang lambat kemudian semakin cepat ( percepatan konstan ) menandai bahwa telah terjadi tahap pertumbuhan tingkat kedua, yaitu periode eksponensial. Periode selanjutnya adalah periode perlambatan, yaitu pertumbuhan berlangsung lebih lambat dan akhirnya berhenti sama sekali.











BAB V

KESIMPULAN

5.1.      Simpulan

Berdasarkan hasil praktikum pertumbuhan pada ayam broiler bobot tubuh bertambah lebih pesat dan panjang paruh mengalami sedikit pertambahan panjang, sedangkan panjang sayap dan panjang tabiatarsus mengalami penurunan, ini dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas ransum yang diberikan, suhu lingkungan dan hormon dalam tubuh puyuh. Tabel pertumbuhan bobot tubuh, panjang paruh, panjang sayap dan panjang tabiatarsus ayam pertambahan yang konstan sehingga termasuk pada periode eksponensial.










DAFTAR PUSTAKA

Kimball, Jhon w. 1992. Biologi Jilid I. PT. Erlangga, Jakarta.
Kimball, J. W. 1999. Biologi jilid 2. Erlangga, Jakarta.
Malik, A., 2003. Dasar Ternak Unggas. Fakultas Peternakan Perikanan. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.

Maynard, N. D. 1979. Dasar Fisiologi dan Pertumbuhan Ternak. Erlangga, Jakarta.
Prawirohartono, S. 1999. Biologi. Erlangga, Jakarta.
Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta, UGM.
Slamet, P. 1989. Biologi untuk Universitas. Erlangga, Jakarta.
Tillman, A.D, et al. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.

Wahyu, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.







BAB I

PENDAHULUAN

Darah merupakan cairan tubuh yang beredar dalam sistem pembuluh darah dan mempunyai fungsi sangat penting dalam kehidupan makhluk hidup. Darah pada dasarnya terdiri dari dua komponen utama, yaitu sel- sel darah dan cairan darah atau plasma darah.
Secara umum darah mempunyai fungsi sebagai alat pengatur suhu, alat perlindungan tubuh dan sebagai alat transportasi sari makanan dan gas yang dibutuhkan oleh tubuh. Secara khusus masing-masing komponen seluler yang dimiliki darah mempunyai fungsi khusus dan berbeda-beda.
Jumlah eritrosit tergantung pada status gizi, kuantitas makanan, jenis kelamin dan umur. Jumlah eritrosit dapat dijadikan parameter yang menunjukkan kondisi hewan. Eritrosit berfungsi dalam transportasi gas. Pada ayam eritrosit berbentuk oval dan mempunyai nukleus. Kenaikan jumlah eritrosit dapat terjadi akibat adanya aklimatisasi pada dataran tinggi. Pembentukan eritropoiesis prenatal (stadium embrional) terjadi di dalam sacus vitellinus.
Eritrosit dari berbagai jenis hewan 62- 72 % air dan 25- 35% terdiri dari zat padat, sedang 95% dari zat padat tersebut adalah hemoglobin dan 5% terdiri dari lipida, kolesterol bebas, bermacam-macam enzim serta mineral.
Tujuan praktikum dengan sub materi penentuan jumlah eritrosit dalam darah untuk mengetahui prinsip dan cara penghitungan jumlah eritrosit, membandingkan status kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit pada keadaan tertentu. Adapun tujuan umum dari semua praktikum itu adalah untuk melatih kemampuan untuk menggunakan alat –alat percobaan dalam menentukan status darah.
























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.      Tinjauan Umum Darah

Darah adalah jaringan ikat cair yang terdapat di mana-mana dalam tubuh. Darah mengandung sel-sel, serat ekstraseluler yang potensial dan substansi dasar amorf ekstra seluler. Sel-sel darah dihasilkan di bagian dalam tulang pada jaringan ikat khusus disebut sumsum tulang. Sel-sel dalam darah ialah eritrosit, leukosit dan trombosit. Darah mengandung serat fibrinogen yang potensial, yang menjadi serat sebenarnya (fibrin) selama pembekuan. Bekuan darah adalah jaringan ikat semisolid yang dengan cepat menghentikan pendarahan dan bekerja sebagai sel-sel penting untuk penyembuhan luka. Substansi dasar amorf ekstra seluler darah adalah cair dan protein dalam plasma darah (Johnson, 1994).
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bahan intraseluler adalah cairan yang disebut plasma dan di dalamnya terdapat unsur-unsur padat, yaitu sel darah. Volume darah secara keseluruhan kira-kira merupakan satu per dua belas berat badan atau kira-kira 5 liter. Sekitar 55 persennya adalah cairan, sedangkan 45 persen sisanya terdiri atas sel darah. Angka ini dinyatakan dalam nilai hematrokit atau volume sel darah yang dipadatkan yang berkisar antara 40 sampai 47.



2.2.      Komponen Darah

2.2.1.      Sel Darah Putih (Leukosit)


Sel darah putih atau leukosit ( bahasa yunani : leuko = putih ) sangat berbeda dari eritrosit karena adanya nukleus dan memiliki kemampuan gerak yang independent. Leukosit digolongkan menjadi dua yaitu granulosit dan leukosit (Dellman dan Brown, 1989). Leukosit mempunyai berdiameter rata-rata 7,5 mm, bentuk bikonkaf, ketebalan maksimum 2,5 mm, luas permukaan 160 mm dan mempunyai masa hidup antara 100-120 hari (Harlod, 1979). Leukosit jumlahnya lebih sedikit, dibandingkan eritrosit dan trombosit dengan perbandingan sekitar 1 sel darah putih untuk setiap 660 sel darah merah (William, 1985).
Terdapat lima jenis sel darah putih yang bekerja sama untuk membangun mekanisme utama tubuh dalam melawan infeksi, termasuk menghasilkan antibodi (William, 1985). Neutrofil juga disebut granulosit karena berisi enzim yang mengandung granul-granul. Neutrofil membantu melindungi tubuh melawan infeksi bakteri dan jamur dan mencerna benda asing sisa-sisa peradangan. neutrofil ada dua jenis, yaitu neutrofil berbentuk pita (imatur, belum matang) dan neutrofil bersegmen (imatur, matang). Limfosit memiliki 2 jenis utama, yaitu limfosit T (memberikan perlindungan terhadap infeksi virus dan bisa menemukan dan merusak beberapa sel kanker) dan limfosit B (membentuk sel-sel yang menghasilkan antibodi atau sel plasma) Fungsi utama limfosit adalah responnya terhadap antigen (benda – benda asing) dengan membentuk anti bodi yang bersirkulasi di dalam darah atau dalam pengembangan imunitas (kekebalan) seluler (Frandson, 1992).

2.2.2    Sel Darah Merah (Eritrosit)
Sel darah merah atau eritrosit (bahasa yunani : eritro – merah; sit – sel) adalah sel–sel yang berdiameter rata–ratanya sebesar 7,5 m, dengan specialisasi untuk pengangkutan oksigen. Sel–sel ini merupakan cakram (disk) yang bikonkaf, dengan pinggiran sirkular yang tebalnya 1,5 mm dan pusatnya yang tipis. Cakram bikonkaf tersebut memiliki permukaan yang relatif luas untuk melakukan pertukaran oksigen yang melintasi membran sel (William, 1985). Adanya hemoglobin di dalam eritrosit memungkinkan timbulnya kemampuan untuk mengangkut oksigen, serta menjadi penyebab timbulnya warna merah pada darah (Frandson, 1992).
 Bentuk eritrhosit dipertahankan oleh sejenis protein kontraktil, dekat plasma lena dan terkait membentuk inti selaput utuh yang disebut spektrin. Eritrhosit dewasa tidak memiliki inti, apparatus golgi, sentriol dan sebagian besar mitokondria lenyap selam proses pemasakan berlangsung sebelum masuk kedalam aliran darah. Karenanya erithrosit dewasa tidak mampu melakukan sintesis protein, dan enzim yang ada justru dibentuk pada waktu sel masih memiliki inti (Dellmann dan Brown, 1989 ). Jumlah eritrosit ayam berbeda-beda, beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu umur, jenis kelamin, hormon, dan makanan. Jumlah eritrosit 5-10 % dari bobot badan (Strukie, 1965).

2.2.3.   Keping Darah (Trombosit) 
http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcR4jF2mNWsQ73l1i_5oVBZ-TPuVMl87fWl9ZrvJus060Sh1PfJKOW_vKj0
Keping darah atau trombosit merupakan sel berbentuk cakram berukuran sekitar 1x3 mikron.  Sel-sel ini tidak mengandung inti tetapi mengandung mitokondria, organel sitoplasmik dan granula-granula yang khusus yang disebut granula padat.  Darah biasanya mengandung kira-kira satu trombosit untuk tiap 20 eritrosit.  Trombosit berasal dari megakariosit  dalam sumsum tulang belakang. 
Trombosit mempunyai sifat mudah menempel pada serat kolagen.  Selama lapisan ini cacat akibat cidera yang luas atau akibat perubahan patologis, trombosit akan melekat pada serat-serat kolagen yang terpapar.  Trombosit yang melekat pada kolagen mengalami perubahan morfologi yag besar, keping-keping ini akan berubah menjadi bulatan-bulatan kecil berduri.  Badan padat menghilang dari sitoplasma dan isinya, khususnya adenosin trifosfat dan serotonin dilepas di luar sel.  Adanya ADP, melalui mekanisme yang tidak diketahui, akan menyebabkan  trombosit menjadi lengket, maka terjadilah efek autokatalitik.  Penempelan trombosit menyebabkan pelepasan ADP, sehingga lebih banyak trombosit yang tiba menjadi lengket dan pada gilirannya melepaskan granula padatnya.  
Fungsi utama trombosit adalah bertugas untuk kerja hemostatik atau untuk pembekuan darah dan mencegah perdarahan.  Trombosit jika terpapar pada zat akan membeku dan jika pembuluh darah terpotong maka trombosit dengan cepat menggumpal dan melekat satu sama lain menjadi fibrin. Masa trombosit yang menggumpal dan fibrin adalah dasar untuk pembekuan. Pada manusia normal jumlah rata-rata trombosit adalah 150.000 sampai 400.000 per mm3 darah.

2.3.      Parameter Status Darah

Kadar eritrosit sangat bervariasi antara individu yang satu dengan yang lainnya. Kadar eritrosit dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, kondisi tubuh, variasi harian, dan keadaan stress. Banyaknya jumlah eritrosit juga disebabkan oleh ukuran sel darah itu sendiri. Hewan yang memiliki sel darah kecil, jumlahnya banyak. Sebaliknya yang ukurannya lebih besar akan mempunyai jumlah yang lebih sedikit. Jumlah sel darah merah yang banyak, juga menunjukkan besarnya aktivitas hewan tersebut. Hewan yang aktif bergerak/beraktivitas akan memiliki eritrosit dalam jumlah yang banyak pula, karena hewan yang aktif akan mengkonsumsi banyak oksigen, dimana eritrosit sendiri mempunyai fungsi sebagai transport oksigen dalam darah.
Hemoglobin merupakan senyawa organik yang kompleks terdiri atas 4 pigmen porfirin merah yang mengandung atom Fe dan globulin yang merupakan protein globuler ( terdiri atas asam 4 amino).  Hemoglobin yang mengikat oksigen disebut oksihaemoglobin.  Hemoglobin bertanggungjawab terhadap transport oksigen dan karbondioksida dalam darah.  Peningkatan kadar haemoglobin akan diikuti oleh peningkatan kadar hematokrit.  Hematokrit adalah istilah yang menunjukan besarnya volume sel-sel eritrosit seluruhnya didalam 100 mm3 darah dan dinyatakan dalam persen (%). Nilai hematokrit atau “volume sel packed” adalah suatu istilah yang artinya prosentase berdasarkan volume dari darah, yang terdiri dari sel-sel darah merah. Mengukur kadar hematokrit darah hewan uji digunakan tabung mikrohematokrit yang berupa pipa kapiler berlapiskan EDTA (Etil Diamin Tetra Acetat) yang berfungsi sebagai bahan anti pembekuan darah. Nilai hematokrit standar adalah sekitar 45%, namun nilai ini dapat berbeda-beda tergantung species. Nilai hematokrit biasanya dianggap sama manfaatnya dengan hitungan sel darah merah total (Frandson, 1992).



BAB III
METERI DAN METODE
Praktikum penentuan status darah pada ayam dilaksanakan pada hari Selasa ,6 Oktober 2012 pukul 10.00- 12.00 WIB di Laboratorium, Biologi, Struktur dan Fungsi  Hewan Jurusan Biologi, Fakultas  Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang.

A.  MATERI  PENENTUAN KADAR HEMOGLOBIN

     3.1.Alat dan bahan pada penentuan kadar hemoglobin

Alat yang digunakan dalam praktikum penentuan kadar hemoglobin adalah tabung sahli yang terdiri dari pipet 0,02 ml, pipet sahli, selang (aspirator), pipet tetes, dan tabung pengukur hemoglobin. Bahan yang dipakai dalam praktikum  berupa darah unggas, larutan  HCI 0,1 N dan aquades.

3.2. Metode penentuan kadar hemoglobin.

Cara penentuan kadar hemoglobin :Tabung hemoglobin terlebih dahulu  diisi dengan HCl 0,1 N sampai skala 2, mengisap darah dari tetesan darah yang dipersiapkan dengan pipet Hb sampai skala 0,02 ml, menghapus darah yang terdapat di ujung pipet dan dengan cepat menghembuskan darah ke dalam tabung hemometer, mendiamkan selama satu menit, lalu diencerkan dengan aquades setetes demi setetes sambil diaduk sampai warna larutan yang terdapat dalam blok komparator warnanya sama lalu pengenceran dihentikan, tinggi larutan darah pada tabung hemometer dibaca dan angka itu menunjukkan kadar hemoglobin darah.

B. MATERI PENENTUAN JUMLAH ERITROSIT DALAM DARAH

3.3.Alat dan bahan penentuan jumlah eritrosit.
Alat yang dgunakan untuk penentuan jumlah eritrosit berupa mikroskop, selang (aspirator), pipet eritrosit, bilik hitung atau Improved Neubeuer. Bahan yang dipakai dalam percobaan ini berupa darah unggas dan larutan Hayem.

3.4. Metode penentuan eritrosit

Cara penentuan jumlah eritrosit ,tetesan darah yang keluar dengan cepat dihisap dengan pipet eritrosit sampai skala 1, dengan pipet yang sama menghisap dengan cepat larutan hayem sampai skala 101 ,kemudian melepaskan selang pipet dan menggojoknya dengan cara membentuk angka delapan, pipet selama 2 menit agar larutan yang berada di dalamnya tercampuir secara homogen, melakukan penghitungan eritrosit dengan bilik hitung yang sudah dipersiapkan  dengan cara tetesan pertama larutan dibuang lalu tetesan berikutnya dipakai ,menempelkan ujung pipet pada tepi gelas penutup bilik hitung maka larutan akan mengalir dengan sendirinya ,melakukan penghitungan pada 80 kotak  dan mencatat hasil yang diperoleh.
Cara penghitungan eritrosit seluruhnya ,satu kotak kecil erotrosit mempunyai sisi 0,5 mm, kedalaman kotak 0,1 mm, jadi volume kotak eritrosit =0,00025 mm3,untuk volume 80 kotak =80 x 0,00025=0,02mm3.
Pengenceran darah 100 kali, misal jumlah penghitungan eritrosit pada 80 kotak =E, maka penghitungannya ; rumus penghitungan =E x 50 x 100 = 5000E/mm3,dimana 50 berasal dari faktor koreksi volume  dan 100 berasal dari faktor pengenceran. Dimana volume darah yang dihitung pada 80 kotak =0,02 mm3 sedang volume yang diinginkan =1 mm3 jadi faktor koreksi =1: 0,02 =50.

 


































BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil percobaan penentuan kadar hemoglobin setelah HCl 0,1 N dicampur dengan darah unggas yang tersedia lalu dilakukan pengenceran sampai warna larutan sama dengan warna larutan dalam blok komparator . Kadar hemoglobin darah ayam adalah 8,6 gram per seratus.
Pada percobaan penentuan jumlah eritrosit dapat dilihat pada gambar berikut:
69



68







71







67



63

Rumus perhitungan: E x 50 x 100 = 5000 E/ mm3
                                 =(69+68+67+63+71) x 5000
     
                                 =338 x 5000
                   
                                 =1.690.000 mm3


A. KADAR HEMOGLOBIN

Unggas merupakan hewan ternak yang mempunyai kadar hemoglobin sekitar 8,0 – 13,0 gr/100 ml (Seigmun,1965) dan pada saat praktikum diperoleh hasil bahwa pada darah unggas yang dijadikan bahan percobaan mempunyai kadar hemoglobin sebesar 8,6 gr /100 hal ini masih sesuai dengan teori diatas.
Kadar hemoglobin 8,6 gr/100 cenderung dalam kisaran normal pada unggas. Menurut Sturkie, konsentrasi hemoglobin unggas jantan dan betina pada saat berumur 21 hari sekitar  6,16 gr/100 dan 9,30 gr/100. Hal ini dimungkinkan karena menurut Blester dan Schwarteri kadar hemoglobin dipengaruhi oleh: 
  1. Ketinggian tempat, semakin tinggi tempat semakin rendah jumlah oksigen yang tersedia. Sehingga unggas yang dipelihara di dataran tinggi kadar hemoglobinnya akan makin tinggi ,begitu pula sebaliknya unggas yang dipelihara di dataran rendah kadar hemoglobinnya rendah.
  2. Jenis kelamin, pada unggas jantan kadar eritrositnya lebih banyak dibanding unggas betina  hal ini berkaitan dengan kadar hemoglobin yaitu pada ayam jantan lebih tinggi dibanding betina.
  3. Tingkat umur ayam, makin tua umur unggas kadar hemoglobin darah makin banyak sebaliknya makin muda umur unggas makin rendah kadar hemoglobinnya.
  4. Kondisi unggas itu sendiri, dapat berupa stress yang dapat menaikkan kadar hemoglobin, unggasnya sakit yang dapat menurunkan kadar hemoglobin dan unggasnya tidak mau makan dan minum.
  5. Kualitas dan kuantitas makanan dan minuman, kandungan gizi tidak cukup sehingga metabolisme tubuh tidak normal yang berpengaruh pada pertumbuhan tidak baik yang dapat berakibat kadar hemoglobin akan turun.     

B. JUMLAH ERITROSIT

Berdasarkan hasil pengamatan pada darah ayam terdapat 1.690.000 /mm3 eritrosit. .Menurut (Miruka,1981) bahwa eritrosit jantan berkisar antara 2,9 – 4,1 juta/mm3, sedang eritrosit betina berkisar antara 1,58 –3,82 juta /mm3. Ayam mempunyai 2,5-3,5 juta sel darah merah (cdm/m 3) tergantung pada umur dan jenis kelamin ayam. Ayam jantan mempunyai sel darah merah 500.000/m3 lebih banyak daripada ayam betina. Tidak seperti pada mamalia, sel darah merah ayam mempunyai inti yang mengandung hemoglobin dan pembawa pigmen darah. Hal ini sesuai dengan pendapat Gibson (1996) yang menyatakan bahwa selisih yang besar ini disebabkan oleh umur, dimana makin tua usia makin banyak eritrositnya, jenis kelamin dimana pada jantan jumlahnya lebih banyak daripada betina, status gizi dimana makin berkualitas gizi makin tinggi kadar eritrositnya, kuantitas pakan dimana dapat mempengaruhi pada proses kelancaran pembentukan hemoglobin. 















BAB V
KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilaksanakan, yaitu pada penentuan kadar hemoglobin dalam darah unggas diperoleh hasil sebesar 8,6 gr /100 ml. Ini berarti darah dalam keadaan normal. Dan faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan kadar hemoglobin dalam darah adalah usia, jenis kelamin, faktor fisiologis, lingkungan, kualitas nutrisi ransum, spesies, dan aktivitas sumsum tulang dalam memproduksi eritrosit.
Darah meliputi tiga komponen penting yaitu eritrosit, leukosit dan keping darah. Darah memiliki fungsi sebagai pengangkut oksigen dan nutrisi ke seluruh tubuh. Fungsi tersebut dilakukan oleh eritrosit. Eritrosit memiliki hemoglobin. Leukosit merupakan komponen darah yang berfungsi untuk pertahanan. Dalam hal ini komponen leukosit yang melakukan adalah  limfosit.
.












DAFTAR PUSTAKA
Bevelander, G., J.A.Ramaley. 1998. Histologi. Edisi kedelapan. Penerbit Erlangga, Jakarta. (diterjemahkan oleh W.Gunarso).

Frandson R. D. 1992. Anatomi dan fisiologi Ternak. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Gibson, J. M. 1996. Mikrobiologi dan Patologi Modern untuk Perawat. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. (diterjemahkan oleh I.K.G. Somaprasada).

Johnson, K.E. 1994. Seri Kapita Selekta Histologi dan Biologi Sel. Penerbit Bina Rupa Aksara, Jakarta. (diterjemahkan oleh F.A.Gunawijaya).

Pearce, E. 1989. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT Gramedia, Jakarta.



















BAB I

PENDAHULUAN

Darah merupakan cairan tubuh yang beredar dalam sistem pembuluh darah dan mempunyai fungsi sangat penting dalam kehidupan makhluk hidup. Darah pada dasarnya terdiri dari dua komponen utama, yaitu sel- sel darah dan cairan darah atau plasma darah.
Secara umum darah mempunyai fungsi sebagai alat pengatur suhu, alat perlindungan tubuh dan sebagai alat transportasi sari makanan dan gas yang dibutuhkan oleh tubuh. Secara khusus masing-masing komponen seluler yang dimiliki darah mempunyai fungsi khusus dan berbeda-beda.
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui prinsip dan cara pengukuran pH darah dan membandingkan pH darah hewan pada kondisi tertentu.






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.      Keasaman Darah
Darah adalah cairan tubuh yang beredar dalam sistem pembuluh darah yang disusun oleh sel–sel darah dan plasma darah. Darah adalah suatu jaringan yang bersifat cair. Ada tiga tipe unsur darah, yaitu sel–sel darah merah atau eritrosit, sel–sel darah putih atau leukosit, dan keping–keping darah atau trombosit.
Hal penting lainnya adalah unsur pH dalam plasma darah. Peningkatan kadar COdan unsur–unsur asam lainnya akan menurunkan pH plasma darah. Hal ini disebabkan karena CO2 dalam konsentrasi tinggi menyebabkan lebih banyak O2 yang dilepas dalam segala tekanan O2. Efek ini dinamakan Efek Bohr. Dalam kapiler jaringan, saat CO2 masuk ke darah, Hb melepas dalam jumlah besar O2. Efek Bohr dapat dikatakan memberikan fasilitas pengiriman O2 tambahan ke jaringan tersebut. CO2 menurunkan affinitas O2 dalam Hb walaupun pH konstan.
Efek ini disebabkan oleh perpaduan CO2 yang langsung menuju ke kelompok asam amino dari Hb. Penyaluran O2 ke jaringan hewan kecil yang mempunyai tingkat metabolisme yang tinggi per gramnya mengakibatkan Hb hewan kecil lebih sensitif terhadap asam daripada hewan besar. PH darah berbagai vertebrata, baik berdarah panas maupun dingin, biasanya berkisar antara 7,4 – 8,2. Saat suhu mencapai 0 derajat celcius, pH sering mencapai lebih dari 8,0 dan pada suhu 40 derajat celcius mendekati 7,5. pH netral sebesar 7 hanya berlaku pada suhu ruangan (25 derajat celcius) dan akan berubah seiring dengan perubahan temperatur (Schalm & Carrel,1986).

2.2.      Faktor-faktor yang mempengaruhi Keasaman Darah
Darah selalu bersifat alifatik, kadar alkalinya tergantung dari konsentrasi ion hydrogen dan ini dinyatakan dengan pH darah. PH sebesar 7 berarti larutan netral , pH 1-7,1 berarti larutan asam, pH 7,2-14 berarti larutan basa. Darah selalu mengandung sedikit basa oleh karena itu usaha untuk mempertahankan tingkat alkali yang konstan dalam darah sangat penting dan ini dikendalikan oleh pengeluaran karbon dioksida melalui paru-paru Kemampuan untuk mempertahankan sifat alkali darah tergantung dari natrium bikarbonat dalam plasma. Keasaman atau pH darah mengambarkan konsentrasi ion hidrogen, yang menentukan keasaman atau kebasaan relatif dari larutan. Dalam air desilasi ion hidrogen yang bersifat asam detara dengan ion hdroksi yang bersifat basa atau alkalis. PH 7,0 mengambarkan keadaan netral.
PH darah menggambarkan konsentrasi ion hidrogen (H+) yang bersifat asam setara dengan ion hidroksi (OH-) yang bersifat basa atau alkalis. PH 7 menggambarkan keadaan netral, tidak bersifat asam maupun bersifat basa. Larutan dengan PH antara 1-7 adalah larutan asam, semakin kecil angka tersebut semakin asam sifatnya. PH untuk larutan basa berkisar antara 7-14, semakin besar angkanya semakin basa sifatnya. (Frandson,1992).




BAB III
MATERI dan METODE
Praktikum Dasar Fisiologi Ternak tentang tingkat keasaman darah yang dilaksanakan pada hari Selasa, 13 November 2012 pukul 10.00-12.00 WIB. Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi, Struktur dan Fungsi  Hewan Jurusan Biologi, Fakultas  Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang

3.1       Materi

Praktikum Fisiologi dengan materi Keasaman Darah alat yang digunakan dalam pengukuran tingkat keasaman darah yaitu menggunakan serum atau cairan bening dan pH indikator.
           

3.1    Metode
Menyiapkan serum atau cairan bening, lalu mencelupkan pH indikator ke dalam serum selama 5 menit, kemudian mengangkat dan mengeringkan  dengan diangin-anginkan, membandingkan warna darah sample dengan warna standar, lalu membaca angka pH dan mencatat serta membahas hasil pengukuran pH tersebut.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penentuan Tingkat Keasaman Darah.

Pada praktikum penentuan tingkat keasaman darah didapatkan data bahwa darah dari hewan percobaan adalah ber-pH 8.
Hasil ini menunjukan pH darah normal karena pH darah normal berkisar antara 7,4 – 8,2. Tingkat keasaman (pH) darah dipengaruhi antara lain oleh suhu. Tingkat pH yang normal (7,4 – 8,2) hanya berlaku pada suhu ruangan saja dan akan berubah seiring dengan perubahan temperatur (Schalm & Carrel,1986).
Saat suhu ruangan mendingin (mendekati 0 derajat celcius), pH darah sering mencapai lebih dari 8. Tingkat pH ayam yang sebesar 8 mungkin dipengaruhi oleh suhu ruangan tempat ayam tersebut dikandangkan yang mungkin dingin. Hal ini dapat menyebabkan pH darah ayam tersebut naik dan melebihi batas normalnya.
Batas-batas normal pH dipertahankan oleh adanya buffer metabolisme seperti natrium bikarbonat yang dapat digunakan untuk menetralisir tingkat pH darah yang abnormal. Bila ayam dalam keadaan sakit, maka bikarbonat akan menurun sehingga pH darah akan menjadi asam maupun menjadi basa. Tingkat pH darah ayam yang mencapai 9 mungkin juga dipengaruhi oleh keadaan ayam tersebut yang tidak terlalu sehat atau ayam dalam keadaan sakit


BAB V
                                                       KESIMPULAN                
Dari praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil pH darah sebesar 8. Tingkat keasaman (pH) darah dipengaruhi oleh suhu ruangan tempat ayam tersebut berada dan kadar bikarbonat (yang berfungsi sebagai buffer) dalam darah.























DAFTAR PUSTAKA
Frandson R. D. 1992. Anatomi dan fisiologi Ternak. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Schalm C. W. N. C. Jain and E. J. Carrel. 1986. Veterinary Hematology. 4th. Ed. Philadelphia : Lea and Febiger.


















BAB I
PENDAHULUAN

Glukosa, suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan. Glukosa berasal dari proses katabolisme karbohidrat yang terjadi pada proses glikolisis. Glukosa adalah senyawa yang penting untuk tubuh tingkat karena tidak mudah bereaksi secara nonspesifik dengan gugus amino suatu protein. Jika kadar glukosa dalam darah berlebihan akan menimbulkan berbagai macam penyakit seperti diabetes, dan lain sebagainya.

Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh sel beta dari pulau-pulau langerhans kelenjar pankreas. Insulin dibentuk dari proinsulin yang bila kemudian distimulasi, terutama oleh peningkatan kadar glukosa darah akan terbelah untuk menghasilkan insulin dan peptide penghubung (C-peptide) yang masuk dalam aliran darah dalam jumlah ekuimolar. Sejumlah proinsulin juga akan masuk kedalam aliran darah. Kadar C-peptide dapat digunakan untuk memantau insulin produksi insulin endogen dan dapat digunakan untuk menyingkirkan penggunaan insulin secara faktisia sebagai penyebab hipoglikemia yang tidak dapat dijelaskan. Karena insulin dan C-peptide mempunyai jangka waktu yang berbeda, maka kadar C-peptide tidak seluruhnya mencerminkan secara akurat kadar insulin endogen.

Insulin yang mengendalikan gula darah. Tubuh menyerap mayoritas karohidrat sebagai glukosa (gula darah). Dengan meningkatnya gula darah setelah makan, pankreas melepaskan insulin yang membantu membawa gula darah ke dalam sel untuk digunakan sebagai bahan bakar dalam proses metabolisme atau disimpan sebagai lemak apabila kelebihan. Orang-orang yang punya kelebihan berat badan atau mereka yang tidak berolahraga seringkali menderita resistensi insulin. Insulin juga menjaga keseimbangan glukosa dalam darah dan bertindak meningkatkan pengambilan glukosa oleh sel badan.

               Tujuan dari praktikum Fisiologi Ternak dengan materi Mengukur kadar Glukosa dalam Darah adalah mengetahui prinsip dan cara penentuan kadar glukosa darah, mahir dan trampil menggunakan alat yang dipergunakan untuk menentukan kadar glukosa dalam darah dan mengukur kadar glukosa darah.










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.      Katabolisme

Glukosa adalah senyawa sederhana yang berasal dari proses katabolisme dari karbohidrat. Katabolisme adalah serangkaian reaksi yang merupakan proses pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dengan membebaskan energi, yang dapat digunakan organisme untuk melakukan aktivitasnya. Termasuk didalamnya reaksi pemecahan dan oksidasi molekul makanan seperti reaksi yang menangkap energi dari cahaya matahari. Fungsi reaksi katabolisme adalah untuk menyediakan energi dan komponen yang dibutuhkan oleh reaksi anabolisme.
2.2.      Kadar Normal Glukosa Dalam Darah

Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi, dimana gula darah akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar gula 5 darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah antara 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya. Kadar gula darah yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi progresif (bertahap) setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif bergerak. Peningkatan kadar gula darah setelah makan dan minum merangsang pankreas menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah (Soegondo, 2007).
Hormon insulin dihasilkan oleh sekelompok sel beta di kelenjar pankreas dan sangat berperan dalam metabolisme glukosa dalam sel tubuh. Hormon insulin normalnya dilepaskan secara langsung ke dalam sirkulasi darah dari kantong-kantong kecil sel yang dinamakan pulau-pulau langerhans, yang tersebar di seluruh kelenjar pankreas (kelenjar perut). Pankreas terletak di perut sebelah atas, tepat di bawah hati, sebagian di belakang lambung, dikelilingi usus halus. Setiap kenaikan kadar glukosa darah memicu pulau-pulau dalam pancreas untuk menghasilkan insulin, kemudian dilepas ke dalam pembuluh darah yang melewati pankreas (Wise, 2002).
Kadar glukosa yang tinggi dalam tubuh tidak bisa diserap semua dan tidak mengalami metabolisme dalam sel. Akibatnya, seseorang akan kekurangan energi, sehingga mudah lelah dan berat badan terus turun. Kadar glukosa yang berlebih tersebut dikeluarkan melalui ginjal dan dikeluarkan bersama urin. Gula memiliki sifat menarik air sehingga menyebabkan seseorang banyak mengeluarkan urin dan selalu merasa haus (Soegondo, 2007).

2.3.      Faktor Yang Mempenaruhi Kadar Glukosa Darah
Kadar glukosa dapat naik bila seseorang banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung gula berlebihan. Dan juga ketika kelenjar pankreas tidak dapat menghasilkan hormon insulin dengan baik, yang mengakibatkan seluruh gula (glukosa) yang dikonsumsi tidak dapat diproses dengan sempurna,  sehingga mengakibatkan peningkatan kadar glukosa dalam darah (Utami, 2003).
Peningkatan kadar  glukosa darah sebenarnya dapat dicegah. Diantaranya dengan menerapkan pola hidup sehat, menjalankan pola makan yang baik, melakukan aktivitas fisik (olah raga) secara teratur dan memadai (Bambang, 2004).





















BAB III
MATERI DAN METODE
         Praktikum Dasar Fisiologi Ternak tentang pertumbuhan dilaksanakan pada hari selasa, 13 November 2012 pukul 10.00-12.00 WIB di Laboratorium, Biologi, Struktur dan Fungsi  Hewan Jurusan Biologi, Fakultas  Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang.

3.1.      Materi

Dalam praktikum dengan materi Penetapan Kadar Glukosa Darah menggunakan alat antaara lain Accu Check Active yang digunakan untuk mengukur kadar glukosa darah, pipet tetes untuk mengambil darah. Bahan-bahan praktikum yang digunakan antara lain adalah darah kelinci yang akan ditentukan kadar glukosanya.
3.2.      Metode

Menyiapkan darah yang akan dipergunakan untuk percobaan. Menyiapkan alat untuk menentukan kadar glukosa dalam darah yaitu Accu Check Active. Menyalakan Accu Check dengan menekan tombol On, sehingga dilayar muncul ON. Memasangkan Test Strip kedalam Accu Check. Menunggu beberapa saat sampai lampu indicator warna merah berkedip-kedip yang menunjukkan siap untuk ditetesi darah. Setelah itu teteskan 1-2µL (mikroliter) atau satu tetes darah yang diambil dengan pipet tetes di atas area berbentuk kotak, berwarna jingga pada test strip. Menunggu selama 5-7 detik, pada layar muncul angka yang menunjukkan kadar glukosa dalam darah yang diamati.























BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dengan materi Penetapan Kadar Glukosa Darah diperoleh hasil, bahwa kadar glukosa darah kelinci yang telah diukur adalah sebanyak 41,5 mg/dL.
Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa hewan yang diambil darahnya mengalami kekurangan kadar glukosa dalam darah. Karena kadar glukosa darah hewan yang normal adalah antara 70-150 mg/dL. Hal tersebut sependapat dengan yang disebutkan oleh Soegondo (2007), yang berbunyi Kadar gula darah yang normal antara 70-150 mg/dL. Kadar gula darah yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi progresif (bertahap) terutama pada hewan-hewan yang tidak aktif bergerak. Dalam kadar glukosa menurun atau meningkat dapat dipengaruhi oleh keadaan fisiknya. Hal ini sesuai dengan pendapat Kimball (1994) yang menyatakan bahwa kadar glukosa darah menurun akibat dari keadaan hewan yang terkejut atau stress. Pada kadar glukosa darah kelinci yang diamati mengalami kadar glukosa yang tidak normal dikarenakan kelinci tersebut dalam keadaan stress.





BAB V
KESIMPULAN
Dari percobaan tentang penentuan kadar glukosa darah dapat disimpulkan bahwa penentuan kadar glukosa darah dapat menggunakan alat yang disebut Accu Check Active, kemudian dapat diketahui bahwa kadar normal glukosa darah pada kelinci adalah antara 70-150 mg/dL darah pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa. Dan kadar gula (glukosa) yang berlebih dapat dicegah dengan cara mengatur pola makan yang sehat dan tidak banyak mengandung gula, berolahraga secara teratur, dan lain sebagainya.














DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo, S. 1976. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
Kimball, John, W. 1994. Biologi Edisi ke-5 Jilid ke-2. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta.
Praseno, Koen & Yusuf, Enny. 2003. Praktikum Fisiologi Ternak. Universitas Diponegoro. Semarang.


















BAB I
PENDAHULUAN
               Human Chorionic Gonadrotropin (HCG) dalah suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh plasenta dalam kehamilan. Namun selama plasenta belum terbentuk, hormon ini dihasilkan oleh sel-sel fungsi tropoblas. Setelah kehamilan memasuki 12-13 minggu HCG dihasilkan oleh plasenta.  Produksi HCG mencapai puncaknya pada minggu ke 14 dan menurun secara granual setelah  minggu ke 14. Hormon HCG bersifat mempertahankan  korpus luteum, yakni jaringan di ovarium yang menghasilkan progesteron. Hormon progesteron berfungsi untuk memelihara atau mempertahankan proses kehamilan, sedangkan korpus luteum ini ditunjang keberadaannya oleh HCG. Kadar HCG dapat diukur lewat darah atau urin yang sering dikenal test kehamilan dan mengindikasikan ada atau tidaknya embrio yang terimplantasi. Deteksi HCG lewat urin biasa dikenal dengan test pack. Alat test kehamilan mengandung zat yang bereaksi dengan hormon kehamilan, Human Chorionic Gonadrotropin (HCG). Zat tersebut berubah warna jika HCG terdeteksi dalam urin. Deteksi HCG darah lebih akurat karena yang diukur adalah jumlah subunit beta hormon HCG (β-HCG). Test melalui darah ini lebih cepat dibandingkan dengan urin , karena sebenarnya kadar HCG sudah ada dalam darah sejak implantasi terjadi, atau sejak terjadi pembuahan pada hari ke-8 sehingga bisa terdeteksi lewat darah.
                    Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Pengeluaran urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Secara umum urin berwarna kuning. Urin encer warna kuning pucat (kuning jernih), urin kental berwarna kuning pekat, dan urin baru / segar berwarna kuning jernih. Urin yang didiamkan agak lama akan berwarna kuning keruh. Urin berbau khajika dibiarkan agak lama berbau ammonia. Ph urin berkisar antara 4,8 – 7,5, urin akan menjadi lebih asam jika mengkonsumsi banyak protein,dan urin akan menjadi lebih basa jika mengkonsumsi banyak sayuran. Berat jenis urin 1,002–1,035. Secara kimiawi kandungan zat dalan urin diantaranya adalah sampah nitrogen(ureum, kreatinin dan asam urat), asam hipurat zat sisa pencernaan sayuran dan buah, badanketon zat sisa metabolism lemak, ion-ion elektrolit (Na, Cl, K, Amonium, sulfat,Ca dan Mg), hormone, zat toksin (obat, vitamin dan zat kimia asing), zat abnormal (protein, glukosa, sel darah Kristal kapur dsb) Volume urin normal per hari adalah 900 – 1400 ml, volume tersebut dipengaruhi banyak faktor diantaranya suhu, zat-zat diuretika (teh, alcohol, dan kopi), jumlah air minum, hormon ADH, dan emosi.
               Praktikum menetukan HCG (Human Choirionic Gonadotropin) ini mempunyai tujuan supaya mahasiswa dapat mengetahui prinsip dan cara-cara menetukan HCG dalam urin secara kualitatif, dan supaya mahasiswa mahir dan terampil menggunakan alat test pack untuk mengadakan percobaan menetukan  HCG dalam urin.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.      Ekskresi
Sistem Ekskresi adalah proses pengeluaran zat sisa metabolisme yang sudah terakumulasi dalam tubuh agar kesetimbangan tubuh tetap terjaga. Sistem ekskresi merupakan hal yang pokok dalam homeostasis karena sistem ekskresi tersebut membuang limbah metabolisme dan merespon terhadap ketidakseimbangan cairan tubuh dengan cara mengekskresikan ion-ion tertentu sesuai kebutuhan. Sebagian besar sistem ekskresi menghasilkan urin dengan cara menyaring filtrat yang diperoleh dari cairan tubuh. Sistem ekskresi sangat beraneka ragam, tetapi semuanya mempunyai kemiripan fungsional. Secara umum, sistem ekskresi menghasilkan urin melalui dua proses utama yaitu filtrasi cairan tubuh dan penyulingan larutan cair yang dihasilkan dari filtrasi itu. Sistem ekskresi pada hewan invertebrata sangat berbeda dengan sistem ekskresi pada hewan vertebrata. Tetapi walaupun berbeda secara fungsional tetap mengeluarkan urin dari filtrat zat-zat terlarut didalam tubuh yang tidak terpakai lagi, melalui anus ataupun kloaka dan rectum

3.2.      Hormon Reproduksi
            Estrogen dihasilkan oleh ovarium.Ada banyak jenis dari estrogen tapi yang paling penting untuk reproduksi adalah estradiol. Estrogen berguna untuk pembentukan ciri-ciri perkembangan seksual pada wanita yaitu pembentukan payudara, lekuk tubuh, rambut kemaluan,dll. Estrogen juga berguns pada siklus menstruasi dengan membentuk ketebalan endometrium, menjaga kualitas dan kuantitas cairan cerviks dan vagina sehingga sesuai untuk penetrasi sperma (Yuntaq,2009). Estrogen terdiri dari tiga jenis hormon yang berbeda, yaitu estron, estradiol, dan estriol. Pada wanita normal, estrogen banyak diproduksi oleh folikel selama proses ovulasi dan korpus luteum selama keharmilan. Pada saat keluar dari sirkulasi, hormon steroid berikatan dengan protein plasma. Estradiol berikatan dengan transpor globulin yang dikenal dengan seks hormone binding globulin (SHBG) dan berikatan lemah dengan albumin, sedangkan estrone berikatan kuat dengan albumin. Sirkulasi estradiol secara cepat diubah menjadi estron di hepar dengan bantuan 17α-hidroksisteroid dehidrogenase. Sebagian estrone masuk kernball ke sirkulasi, dan sebagian lagi dimetabolisme Menjadi αβ-hidroksiestrone yang dikonversi menjadi estriol . Pada awal siklus ovulasi - produksi estradiol akan menurun sampai titik terendah, tetapi karena pengaruh hormon FSH estradiol akan mulai meningkat. Sebelum fase mid cycle kadar estradiol dibawah 50 pg/mL, tetapi akan terus meningkat sejalan dengan pematangan ovum. Estradiol akan mencapai puncaknya sebesar 250-500 pg/mL pada hari ke 13-15 siklus ovulasi. Pada fase luteal, kadar estrogen akan menurun sampai 125 pg/mL (Ruswana,2005).
               Hormon ini diproduksi oleh korpus luteum. Progesteron mempertahankan ketebalan endometrium sehingga dapat menerima implantasi zygot.Kadar progesterone terus dipertahankan selama trimester awal kehamilan sampai plasenta dapat membentuk hormon HCG (Yuntaq,2009). Progesteron bersama-sama dengan estrogen memegang peranan penting di dalam regulasi seks hormon wanita. Pada wanita, pregnenolon diubah menjadi progesteron atau 17a-  hidroksipregnenolone dan perubahan ini tergantung dari fase ovulasi dimana progesteron disekresi oleh korpus luteum dalam jumlah yang besar. Progesteron juga merupakan prekursor untuk testoteron dan estrogen, pada saat terjadi metabolisme 17α-hidroksiprogesteron menjadi dehidroepiandrosteron yang dikonversi menjadi 4 andr ostenedion dengan bantuan enzim 17α hidroksilase pregnenolon. Pada awal menstruasi dan fase folikular kadar progesteron sekitar 1 ng/mL. Pada saat sekresi LH, konsentrasi progesteron dapat bertahan selama 4-5 hari di dalam plasma dan mencapai puncaknya yaitu sebesar 10-20 ng/mL selama fase luteal. Pengukuran progesteron di dalam plasma dapat digunakan untuk memonitor keadaan ovulasi. Jika konsentrasi progesteron lebih dari 4-5 ng/mL mungkin sudah terjadi ovulasi . Progesteron berperan di dalam organ reproduksi termasuk kelenjar mamae dan endometrium serta peningkatkan suhu tubuh manusia. Organ target progesteron yang lain adalah uterus, dimana progesteron membantu implantasi ovum. Selama kehamilan progesteron mempertahankan plasenta, menghambat kontraktilitas uterus dan mempersiapkan mamae untuk proses laktasi. Pada umumnya pemeriksaan kadar progesteron dilakukan untukpemeriksaan fungsi plasenta selama kehamilan, fungsi ovarium pada fase luteal, dan monitoring proses ovulasi. Pada pemeriksaaan ini sampel diambil satu sampai dua kali pada fase luteal Kadamya meningkat pada kehamilan, ovulasi, kista ovarium, tumor adrenal, tumor ovarium, mola hidatidosa. Dan menurun pada keadaan amonorea, aborsi mengancarn, dan kematian janin. Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan hormon progesteron adalah penggunaan steroid, progesteron, dan kontrasepsi oral (Ruswana,2005).

3.2.         Human Chorionic Gonadotropin
               HCG ( Human chorionic gonadotropin) yaitu suatu hormon gliko protein yang mempertahankan sistem reproduksi wanita dalam keadaan cocok untuk kehamilan. HCG disintesa pada retikulum endoplasma kasar, glikosilasi disempurnakan apparatus golgi. Tes kehamilan menggunakan urine, karena dalam urine wanita hamil mengandung HCG (Johnson, 1994 ). Gonadotropin plasenta pada manusia dinamakan Human Chorionic Gonadotropin atau HCG. HCG adalah suatu glikoprotein yang mengandung galaktosa dan heksosamin. HCG disekresikan kedalam urine pada awal kehamilan. Hormon HCG dihasilkan oleh jaringan plasenta yang sedang berkembang sesaat setelah terjadi pembuahan, dalam kehamilan yang normal HCG muncul dalam urine dan konsentrasinya meningkat dengan cepat, oleh karena itu HCG merupakan petunjuk yang baik untuk mendeteksi kehamilan secara dini. Ketika wanita sedang hamil, maka hari pertama ia tidak mendapat haid, kadar HCG mencapai 100 mlU/ ml, kadar HCG mencapai puncaknya kira-kira 8 minggu setelah haid terakhir, lalu turun pada masa kehamilan berikutnya. Setelah bersalin, kadar HCG akan turun dengan cepat dan kembali normal dalam beberapa hari (Koen Praseno, 2003). Fungsi HCG adalah mempertahankan corpus luteum yang membuat estrogen dan progesteron sampai saat plasenta terbentuk sepenuhnya dan dapat membuat sendiri cukup estrogen dan progesteron. Pada waktu itu kadar HCG juga turun. (Sarwono Prawirohardjo, 1976).




























BAB III
MATERI DAN METODE
         Praktikum Fisiologi Ternak dengan materi Menetukan HCG dalam Urine dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 13 November 2012 jam 10.00-12.00 WIB di Laboratorium, Biologi, Struktur dan Fungsi  Hewan Jurusan Biologi, Fakultas  Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang.

4.1.         Materi
               Bahan yang digunakan dalam praktikum menetukan HCG dalam urine adalah urine ibu hamil yang usia kandungannya berumur 1-3 bulan, test pack, dan botol bersih dan kering.

4.2.         Metode
               Metode yang digunakan dalam praktikum menentukan HCG adalah Urin pertama pagi hari pada ibu hamil umur 1-3 bulan dikoleksi/ditampung dalam botol bersih dan kering. Kemasan alumunium foil dari test pack dibuka, strip dikeluarkan kemudian dicelupkan dalam sampel urin sampai batas maksimum selama 30 detik (setengah menit). Strip diangkat dalam sampel urin yang diuji dan diletakkan di tempat kering. Setelah 2-3 menit akan keluar dari tes yang dilakukan. Bila pada strip muncul satu garis indicator berarti hasil negative (tidak ada kehamilan). Bila pada strip muncul dua garis indicator berarti hasil positif (hamil).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Garis indicator                        : 2 (positif)
Warna garis indikaor   : Merah
 





Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2012
               Ilustrasi 1. Gambar Test Pack
               Ovum yang sudah dibuahi sperma, bila sel telur tersebut sudah matang ovum akan dikelilingi oleh volikel degraf. Sel telur keluar dari ovarium dan kemuidan akan menempel pada dinding rahim, volikel degraf tersebut dalam ovarium akan  menjadi korpus luteum. Korpus luteum akan menghasilkan hormon progesteron. Fungsi hormon progesteron adalah memelihara kehamilan dengan cara mempertahankan ketebalan di dinding rahim. HCG dihasilkan oleh plasenta dan fungsi HCG adalah untuk tetap mempertahankan korpusluteum agar tetap menghasilkan hormon progesteron. Hal ini sesuai pendapat Yuntaq (2009) yang menyatakan bahwa hormon ini diproduksi oleh korpus luteum. Progesterone mempertahankan ketebalan endometrium sehingga dapat menerima implantasi zygot. Kadar progesterone terus dipertahankan selama trimester awal kehamilan sampai plasenta dapat membentuk hormon HCG dilanjutkan oleh pendapat Prawiroharjo (1976) yang menyatakan bahea fungsi HCG adalah mempertahankan corpus luteum yang membuat estrogen dan progesteron sampai saat plasenta terbentuk sepenuhnya dan dapat membuat sendiri cukup estrogen dan progesteron. Pada waktu itu kadar HCG juga turun.
               Urin ibu hamil yang digunakan saat praktikum diambil pagi hari setelah bangun tidur, karena hasilnya lebih akurat.  Urin yang digunakan adalah urin ibu hamil yang usia kandungannya 1-3 bulan karena pada usia ini HCG dalam urin dapat digunakan untuk mengetes kehamilan. Hal ini sesuai dengan pendapat Kimball (1994) yang menyatakan bahwa HCG (Human Chorionic Ganadotropin) yang bekerja dari hari kedelapan sampai minggu kedelapan kehamilan dapat digunakan untuk mengetes kehamilan, karena hormon tersebut dijumpai dalam urine orang yang hamil.
               Kerja test pack bila hasil negatif maka strip pada test pack akan muncul satu strip (test band), sedangkan hasil positif akan muncul dua strip, yaitu pada test band dan control band. Adanya pengikatan antara enzim pewarna (klomoform) dengan glikoprotein pada urin, sehingga akan muncul warna pada control band yang berarti hasil postif. Adanya penghambatan aglutinasi untuk menunjukan HCG yang disekresikan ke dalam urin saat kehamilan. Hal ini sesuai pendapat Koen Praseno (2003) yang menyatakan bahwa prinsip kerja immunological HCG test adalah suatu reaksi penghambatan aglutinasi yang digunakan untuk menunjukkkan hormon Human Chorionic Gonadotropin yang disekresikan kedalam urine selama masa kehamilan.
Sedangkan pada hasil yang di dapatkan pada praktikum tentang HCG urine sapi bunting ternyata setelah di tes menggunakan tes pack di dapatkan hasil negative. Hasil negative itu bukan di karenakan sapi tidak bunting tetapi tes pack hanya di gunakan pada manusia tidak bisa di gunakan pada hewan di karenakan kadar hormone yang terdapat pada tes pack berbeda.untuk itu apabila ingin mengetahui sapi itu hamil atau tidak dapat di ketahui dengan cara memasukkan sel ovum ke dalam kloaka katak, apabila katak tersebut mengeluarkan cairan berarti sapi tersebut bunting. Ovum yang sudah dibuahi sperma, bila sel telur tersebut sudah matang ovum akan dikelilingi oleh volikel degraf. Sel telur keluar dari ovarium dan kemuidan akan menempel pada dinding rahim, volikel degraf tersebut dalam ovarium akan  menjadi korpusluteum. Korpusluteum akan menghasilkan hormon progesteron. Fungsi hormon progesteron adalah memelihara kehamilan dengan cara mempertahankan ketebalan di dinding rahim. HCG dihasilkan oleh plasenta dan fungsi HCG adalah untuk tetap mempertahankan korpusluteum agar tetap menghasilkan hormon progesteron. Hal ini sesuai pendapat Yuntaq (2009) yang menyatakan bahwa hormon ini diproduksi oleh korpus luteum. Progesterone mempertahankan ketebalan endometrium sehingga dapat menerima implantasi zygot. Kadar progesterone terus dipertahankan selama trimester awal kehamilan sampai plasenta dapat membentuk hormon HCG dilanjutkan oleh pendapat Prawiroharjo (2002) yang menyatakan bahea fungsi HCG adalah mempertahankan corpus luteum yang membuat estrogen dan progesteron sampai saat plasenta terbentuk sepenuhnya dan dapat membuat sendiri cukup estrogen dan progesteron. Pada waktu itu kadar HCG juga turun.
               Urin sapi bunting di dapat pada sapi tersebut mengeluarkan urine nya. Karena pada praktikum kali ini kita dapat mengetahui bunting atau tidaknya sapi tersebut menggunakan tes pack. Hal ini sesuai dengan pendapat Kimball (2004) yang menyatakan bahwa HCG (Human Chorionic Ganadotropin) yang bekerja dari hari kedelapan sampai minggu kedelapan kebuntingan dapat digunakan untuk mengetes kehamilan, karena hormon tersebut dijumpai dalam urine hewan yang bunting.
               Kerja test pack bila hasil negatif maka strip pada test pack akan muncul satu strip (test band), sedangkan hasil positif akan muncul dua strip, yaitu pada test band dan control band.Adanya pengikatan antara enzim pewarna (klomoform) dengan glikoprotein pada urin, sehingga akan muncul warna pada control band yang berarti hasil postif. Adanya penghambatan aglutinasi untuk menunjukan HCG yang disekresikan ke dalam urin saat kehamilan. Hal ini sesuai pendapat Koen Praseno (2003) yang menyatakan bahwa prinsip kerja immunological HCG test adalah suatu reaksi penghambatan aglutinasi yang digunakan untuk menunjukkkan hormon Human Chorionic Gonadotropin yang disekresikan kedalam urine selama masa kehamilan.








BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.         Simpulan
               Berdasarkan hasil praktikum Fisiologi Ternak dengan materi Menentukan HCG adalah positif. HCG dihasilkan oleh plasenta dan berfungsi untuk mempertahankan korpus luteum agar tetap menghasilkan hormo progesteron. Prinsip kerja test adalah reaksi penghambatan aglutinasi untuk menunjukan HCG yang disekresikan ke dalam urin saat kehamilan dan warna yang ditimbulkan pada test pack untuk mengetahui positif atau negatif. Bila negatif strip yang ditampilkan hanya satu (test band), sedangkan bila positif strip yang ditimbulkan dua (test band dan control band). Warna yang timbul pada control band dan berarti positif karena adanya pengikatan antara enzim pewarna (enzim klomoform) dengan glikoprotein pada urin sehingga muncul warna.







DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Ruswana. 2005. Sintesis, Fungsi dan Pemeriksaan Hormon Reproduksi. UNPAD Pers, Bandung.

Johnson, K.E. 1994. Histologi dan Fisiologi Sel. Binapura Aksara, Jakarta.

Kimball, John, W. 1994. Biologi Edisi ke-5 Jilid ke-2. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta.

Praseno, Koen & Yusuf, Enny. 2003. Petujuk Praktikum Fisiologi Ternak. Universitas Diponegoro. Semarang.

Prawirohardjo, S. 1976. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.

Scrateherd. 1990. Ilmu Faal. Binapura Aksara, Jakarta.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar