BAB I
PENDAHULUAN
Pertumbuhan
merupakan suatu proses perubahan dalam makhluk hidup yang berupa kanaikan
massa, pertambahan ukuran, pertambahan bobot badan, disertai dengan peningkatan
populasi. Pertumbuhan adalah fenomena kompleks yang
tidak hanya dipengaruhi oleh hormon pertumbuhan, tetapi juga oleh hormon
tiroid, androgen, glikocortiroid dan insulin.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, yaitu faktor
intrinsik dan ekstrinsik. Susunan
genetika adalah faktor intrinsik, sedangkan makanan dan kondisi lingkungan merupakan
faktor ekstrinsik yang paling penting mempengaruhi pertumbuhan.
Tujuan dari praktikum
pertumbuhan adalah agar praktikan mampu memiliki ketrampilan mengukur
pertumbuhan hewan dan agar praktikan mampu menguji pentingnya faktor pakan
dalam proses pertumbuhan. Manfaat yang dapat diperoleh dari praktikum ini
adalah agar praktikan mampu mengiterprestasikan data yang didapat untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan.
BAB
II
Tinjauan Pustaka
2.1. Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan merupakan fenomena
kompleks yang tidak hanya dipengaruhi oleh hormon petumbuhan tetapi juga hormon
tiroid, androgen, glukocotikoid dan insulin. Pertumbuhan didefinisikan sebagai
suatu peningkatan massa. Faktor-faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi
pertumbuhan hewan. Makanan dan kondisi lingkungan merupakan faktor ekstrinsik
yang paling penting dalam mempengaruhi pertumbuhan. Pertumbuhan adalah
penambahan bobot badan persatuan waktu (Tillman, 1991). Perkembangan pada hewan tidak hanya terbatas pada morfogenesis dan defferensiasi. Perkembangan juga menyangkut suatu peningkatan besarnya organisme tersebut. Pada
pertumbuhan hewan sebagian besar terjadi setelah selesainya morfogenesis dan
defferensiasi (Kimball, 1999).
Pertumbuhan hewan sangat
berbeda dengan pertumbuhan pada tumbuhan. Umumnya tumbuhan mampu tumbuh
sepanjang hidupnya, sedangkan pada hewan hanya terjadi selama masa pertumbuhan
hingga masa dewasa. Pada hewan semenjak lahir telah diketahui bentuk kasar pada
masa dewasanya (Slamet, 1989).
Laju pertumbuhan suatu
organisme berjalan secara tidak konstan, tetapi meliputi suatu periode
pertumbuhan yang dipercepat dan pertumbuhan yang diperlambat. Pertumbuhan
biasanya berlangsung dengan cepat dan selanjutnya berlangsung secara perlahan.
Hal tersebut membentuk kurva sigmoid. Pertumbuhan ayam broiler berlangsung
dengan cepat sampai 8 minggu, setelah itu pertumbuhan menjadi menurun (Maynard,
1979). Pertumbuhan unggas dipengaruhi oleh bangsa, jenis kelamin, umur,
kualitas ransum, dan lingkungannya (Wahju, 1992).
Fase pertumbuhan setelah individu
dilahirkan meliputi fase balita, remaja, dewasa, kemudian mati. Pada hewan,
fase dewasa adalah berfungsinya secara penuh organ-organ reproduksi di dalam
tubuh. Pertumbuhan sebagian besar terjadi setelah selesainya morfogenesis dan
diferensiasi. Agar pertumbuhan dapat terjadi, maka laju sintesis molekul yang
kompleks dari organisme itu seperti protein, harus melebihi laju perombakannya.
Ini berarti bahwa harus ada tambahan moleku organik (yaitu asam amino, asam
lemak, gliserol, glukosa) yang diambil oleh organisme itu dari lingkungannya.
Beberapa dari bahan ini merupakan bahan baku dalam reaksi anabolisme, dan
lainya akan menyediakan energi ekstra yang diperlukan. Pada organisme
fotosintetik, cahaya menyediakan energi untuk anabolisme dan molekul–molekul
merupakan bahan baku (Kimball, 1999).
Dengan demikian, pertumbuhan berarti
memperoleh lebih banyak bahan dari lingkungan dari pada yang dikembalikan ke
lingkungan tersebut dalam bentuk limbah metabolik. Kita tumbuh dengan mengubah
molekul organik yang tidak begitu spesifik yang kita ambil dari lingkungan
menjadi bahan sel yang khas bagi kita. Kemampuan semua mahluk hidup untuk
membentuk dirinya sendiri lebih spesifik, menyusun bahan kompleks dari bahan
agak sederhana yang tak teratur dari lingkungan adalah suatu kemampuan tumbuh.
Pertumbuhan pada organisme dapat terjadi secara sederhana dengan peningkatan
jumlah sel-selnya. Orang dewasa terdiri dari kira–kira 60 triliun sel,
sedangkan bayi yang baru lahir mengandung sel kira-kira 2 triliun. Pertumbuhan
dapat juga terjadi sebagai akibat peningkatan ukuran sel. Dalam pertumbuhan
suatu organisme, biasanya dapat dibedakan beberapa periode. Periode pertama
adalah periode lamban dengan ciri adanya sedikit pertumbuhan atau tidak
ada pertumbuhan yang sebenarnya. Dalam periode ini, organisme sedang mempersiapkan
diri untuk tumbuh (Kimball, 1999).
Periode lamban diikuti oleh periode
logaritma atau periode eksponen. Pada periode
ini mulailah pertumbuhan, yang mula-mula lambat tetapi kemudian semakin cepat. Jadi organisme membesar menurut progresi geometri, perlipatan
dan perlipatan lagi dalam ukurannya. Progresi yang demikian dinyatakan dalam
aljabar dengan eksponen, karena itu fase pertumbuhan ini disebut fase eksponen.
Organisme yang berbeda membutuhkan waktu yang sangat bervariasi untuk
meningkatkan ukurannya mejadi dua kali. Berapapun lamanya, semua organisme
selalu melalui periode percepatan yang konstan dalam pertumbuhannya (Kimball, 1999). Pertumbuhan
hewan sangat berbeda dengan pertumbuhan pada tumbuhan. Umumnya tumbuhan mampu
tumbuh sepanjang hidupnya, sedangkan pada hewan hanya terjadi selama masa
pertumbuhan hingga masa dewasa. Pada hewan semenjak lahir telah diketahui
bentuk kasar pada masa dewasanya
(Slamet, 1989).
Fase eksponen tidak terjadi
terus-menerus, tetapi dilanjutkan dengan periode perlambatan. Sekarang
pertumbuhan berlangsung lebih lambat dan akhirnya berhenti sama sekali. Pada
banyak organisme, laju pertumbuhan menurun tapi tidak berhenti sama sekali (Kimball, 1999).
2.2. Deskripsi
Ayam
Pengertian Ayam Broiler adalah istilah yang biasa dipakai
untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki
karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat, sebagai
penghasil daging dengan konversi pakan rendah dan siap dipotong pada usia yang
relatif muda. Pada umumnya broiler ini siap panen pada usia 28-45 hari dengan
berat badan 1,2-1,9 kg/ekor. Selain itu broiler adalah ternak ayam yang paling
ekonomis bila dibandingkan dengan ternak lain .Kecepatan produksi daging ayam
broiler mempunyai kelebihan .Dalam waktu relatif cepat dan singkat daging ayam
bisa segera diperoleh dan dipasarkan atau di komsumsi.
Anatomi
Ayam meliputi Kulit dan
Bulu, Sistem Rangka,
Sistem Otot,
Sistem
Peredaran Darah, Sistem
Pernapasan, Sistem
Pencernaan, Sistem
Saluran Urin, Sistem Saraf,
Sistem
Reproduksi, Sistem Kekebalan Tubuh, Faktor Penyebab Ayam Terserang
Penyakit, Ciri Ayam Sehat.
Dalam
beternak ayam broiler, usahakan
supaya kandang diletakkan jauh dari pemukiman penduduk, tempatnya strategis
sehingga transportasinya tidak sulit. Sumber air mudah dijangkau, dan kandang
ayam harus berarah membujur dari timur ke barat. Memperhatikan ventilasi juga suhu udara
dalam kandang.. Tipe kandang ayam
Broiler ada dua, yaitu bentuk panggung dan tanpa panggung (litter). Pada awal
pemeliharaan, kandang ditutupi plastik untuk menjaga kehangatan, sehingga
energi yang diperoleh dari pakan seluruhnya untuk pertumbuhan, bukan untuk
produksi panas tubuh. Kepadatan kandang yang ideal untuk daerah tropis seperti
Indonesia adalah 8-10 ekor/m2. Lebih dari angka tersebut, suhu kandang cepat
meningkat, terutama pada siang hari. Pada umur dewasa yang menyebabkan konsumsi
pakan menurun, ayam cenderung banyak minum, stress, pertumbuhan terhambat dan
mudah terserang penyakit.
Gambar Ayam Broiler:
Gambar Ayam Broiler:
2.3. Anatomi Hewan
Ayam jantan mempunyai kecepatan
pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ayam betina. Laju
pertumbuhan pada ayam jantan lebih cepat dibandingkan dengan ayam betina
dikarenakan konsumsi pakan pada ayam jantan lebih banyak dibanding dengan ayam
betina.
Perbedaan
pertumbuhan ayam bloiler jantan dan ayam bloiler betina, pada ayam bloiler
jantan bobot badannya lebih berat daripada bobot badan ayam bloiler betina,
untuk pertumbuhan jengger ayam bloiler jantan lebih cepat daripada pertumbuhan
jengger ayam bloiler betina, serta pada pertumbuhan bulu ayam bloiler jantan lebih
lambat sedangkan pada ayam bloiler betina lebih lambat.
2.4. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Pertumbuhan
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah
jenis kelamin,
kualitas dan kuantitas ransum,
aktivitas, selain itu keadaan lingkungan dan juga gen. Jenis kelamin
mempengaruhi kecepatan pertumbuhan pada ayam. Ayam jantan cenderung lebih cepat
pertumbuhannya jika dibandingkan dengan ayam betina. Hal ini karena proses
metabolisme pada ayam jantan lebih cepat dan lebih mudah menguraikan bahan makanan (Wahju,
1992).
Kualitas ransum yang baik akan
mempercepat pertumbuhan . Sedangkan untuk faktor
genetik dan lingkungan saling mempengaruhi, apabila ayam hidup dalam lingkungan
yang mendukung maka genetiknya akan berkembang dengan optimal. Faktor genetik
adalah faktor yang bersifat menurun, sedangkan lingkungan meliputi ransum,
penyakit dan manajemen. Kedua faktor ini menyebabkan kemampuan pertumbuhan
individu berbeda. Menurut Suharsono
(1976) pertumbuhan merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan lingkungan.
Aktivitas yang dilakukan ayam
memberikan pengaruh yang nyata pada struktur otot dan tulang. Jika sering
beraktivitas, pertumbuhan otot dan tulang akan cepat. Jika aktivitas kurang,
maka pertumbuhan otot dan tulang terhambat. Ayam yang digunakan dalam percobaan
ini terlihat kurang aktivitas karena ditempatkan dalam kandang yang sempit,
sehingga pertumbuhan ayam belum maksimal. Aktivitas ayam jantan
lebih tinggi daripada ayam betina (Wahju, 1992).
Keadaan lingkungan di sekitar
ayam mempengaruhi pertumbuhan ayam tersebut. Lingkungan yang baik seperti
kandang yang bersih dan makanan yang bersih dapat meningkatkan pertumbuhan
ayam. Pada percobaan, ayam yang digunakan ditempatkan pada kandang yang tidak
bersih sehingga pertumbuhannya tidak maksimal (Wahju, 1992).
Gen adalah penentu pola dasar
pertumbuhan yang meliputi bentuk-bentuk tulang, otot, warna bulu, dan ciri
lainnya. Hormon berfungsi mendorong petumbuhan. Ayam yang mempunyai gen
pedaging lebih cepat pertumbuhannya terutama pertumbuhan daging atau ototnya
(Wahju, 1992).
BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum Dasar
Fisiologi Ternak tentang pertumbuhan dilaksanakan pada hari selasa, 06 November 2012 pukul 10.00 - 12.00 WIB untuk pengamatan kedua, hari selasa, 13 November
2009 pukul 10.00-12.00 WIB di Laboratorium, Biologi,
Struktur dan Fungsi Hewan Jurusan
Biologi, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas
Diponegoro, Semarang.
3.1. Materi
Alat yang digunakan dalam
praktikum ini adalah kandang ayam sebagai tempat untuk memelihara ayam, dan tali sebagai alat untuk mengukur panjang bagian tubuh
ayam, timbangan digital untuk mengukur bobot badan ayam, dan bahan yang
digunakan adalah ayam broiler
sebagai hewan percobaan.
3.2. Metode
Metode yang dilakukan dalam praktikum pertumbuhan adalah mula-mula menimbang bobot badan awal, mengukur panjang paruh, panjang tabiatarsus serta mengukur panjang sayap dengan menggunakan
penggaris. Setiap seminggu sekali dalam waktu 2 minggu melakukan pengamatan untuk mengukur bobot badan, panjang paruh, panjang sayap, panjang tabiatarsus untuk mengetahui pertumbuhannya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pertumbuhan
Ayam
Tabel 1. Pengukuran Bobot Tubuh dan Somatometrik
Variabel
yang Diukur
|
Minggu I
|
Minggu II
|
Bobot Tubuh
(g)
|
1,51 kg
1,51 kg
1,51 kg
|
1,63 kg
1,63 kg
1,63 kg
|
Panjang
Paruh (cm)
|
3,7 cm
3,7 cm
3,7 cm
|
4 cm
4 cm
4 cm
|
Panjang
Sayap (cm)
|
11,3 cm
11,3 cm
11,3 cm
|
12,8 cm
12,8 cm
12,8 cm
|
Panjang
Tabiatarsus (cm)
|
19,5 cm
19,5 cm
19,5 cm
|
21,2 cm
21,2 cm
21,2 cm
|
Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak,
2012.
Berdasarkan praktikum Pertumbuhan, bobot tubuh ayam bloiler bertambah pesat dan panjang paruh
puyuh mengalami peningkatan sedikit lebih panjang. Hal ini sesuai pendapat
Soeparno (1992) yang menyatakan bahwa pertumbuhan merupakan perubahan yang
meliputi perubahan bobot badan, bentuk dimensi linier, komposisi termasuk
perubahan komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan abu pada
karkas. terlihat
dari tabel pertumbuhan
bobot tubuh dan somatemetrik mengalami pertumbuhan pesat pada bobot tubuh dan
sedikit pertambahan pada panjang paruh, sedangkan panjang sayap dan panjang tabiatarsus lebih
panjang dari
pengukuran awal, ini dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas ransum yang
diberikan, kuantitas dan kualitas
pakan sangat mempengaruhi hasil proses pertumbuhan. Pertimbangan paling dominan
pada pakan hewan adalah kandungan energi dan protein dalam pakan. Proses
biosintesis protein membutuhkan energi. Perbandingan yang tepat antara kalori
dan energi dalam pakan ayam menghasilkan pertumbuhan yang optimal ( Praseno et al., 2003). Penambahan suhu ini berfungsi agar DOC menyesuaikan diri
dengan lingkungan , Sebagai
informasi suhu tubuh DOC sekitar 350C, sedang suhu lingkungan
sekitar 25 – 270C. Dan hormon sebagai regulator proses fisiologis memegang
peran dalam proses pertumbuhan. Kualitas dan kuantitas hormon menentukan hasil pertumbuhan
ayam broiler. Defisiensi maupun kelebihan hormon yang berperan dalam
metabolisme akan menyebabkan proses pertumbuhan ayam broiler terganggu, bila
terjadi defisiensi, maka pertumbuhan akan terlamabat akan tetapi bila terdapat
berlebihan maka pertumbuhan menjadi tidak terkendali ( Praseno et al., 2003 ). Hal
ini sesuai dengan pendapat Soeparno (1992) yang menyatakan bahwa faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan adalah jenis kelamin, aktivitas, kualitas dan kuantitas ransum, selain itu suhu lingkungan dan juga
hormon. Bobot tubuh dan panjang paruh termasuk dalam periode eksponensial
karena pertumbuhanya sedikit lebih cepat dari pengukuran awal, sedangkan
panjang sayap dan panjang tabiatarsus termasuk dalam periode perlambatan karena
panjang
semakin berkurang dari pengukuran awal. Hal ini sesuai dengan pendapat Kimball
(1992) yang menyatakan bahwa adanya pertumbuhan yang lambat kemudian semakin
cepat ( percepatan konstan ) menandai bahwa telah terjadi tahap pertumbuhan
tingkat kedua, yaitu periode eksponensial. Periode selanjutnya adalah periode perlambatan, yaitu
pertumbuhan berlangsung lebih lambat dan akhirnya berhenti sama sekali.
BAB V
KESIMPULAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan
hasil praktikum pertumbuhan pada ayam broiler bobot tubuh bertambah lebih pesat dan panjang paruh mengalami sedikit
pertambahan panjang, sedangkan panjang sayap dan panjang tabiatarsus mengalami
penurunan, ini dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas ransum yang diberikan,
suhu lingkungan dan hormon dalam tubuh puyuh. Tabel pertumbuhan bobot tubuh, panjang paruh, panjang sayap
dan panjang tabiatarsus ayam
pertambahan yang konstan sehingga termasuk pada periode eksponensial.
DAFTAR PUSTAKA
Kimball, Jhon w.
1992. Biologi Jilid I. PT. Erlangga,
Jakarta.
Kimball,
J. W. 1999. Biologi jilid 2.
Erlangga, Jakarta.
Malik, A., 2003. Dasar
Ternak Unggas. Fakultas Peternakan Perikanan. Universitas Muhammadiyah Malang.
Malang.
Maynard, N. D. 1979.
Dasar Fisiologi dan Pertumbuhan Ternak. Erlangga, Jakarta.
Prawirohartono,
S. 1999. Biologi. Erlangga, Jakarta.
Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging.
Yogyakarta, UGM.
Slamet, P. 1989. Biologi
untuk Universitas. Erlangga, Jakarta.
Tillman, A.D, et al. 1991.
Ilmu Makanan Ternak Dasar. Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.
Wahyu, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Fakultas
Peternakan IPB, Bogor.
BAB I
PENDAHULUAN
Darah merupakan
cairan tubuh yang beredar dalam sistem pembuluh darah dan mempunyai fungsi
sangat penting dalam kehidupan makhluk hidup. Darah pada dasarnya terdiri dari
dua komponen utama, yaitu sel- sel darah dan cairan darah atau plasma darah.
Secara umum darah
mempunyai fungsi sebagai alat pengatur suhu, alat perlindungan tubuh dan
sebagai alat transportasi sari makanan dan gas yang dibutuhkan oleh tubuh.
Secara khusus masing-masing komponen seluler yang dimiliki darah mempunyai
fungsi khusus dan berbeda-beda.
Jumlah
eritrosit tergantung pada status gizi, kuantitas makanan, jenis kelamin dan
umur. Jumlah eritrosit dapat dijadikan parameter yang menunjukkan kondisi
hewan. Eritrosit berfungsi dalam transportasi gas. Pada ayam eritrosit
berbentuk oval dan mempunyai nukleus. Kenaikan jumlah eritrosit dapat terjadi
akibat adanya aklimatisasi pada dataran tinggi. Pembentukan eritropoiesis
prenatal (stadium embrional) terjadi di dalam sacus vitellinus.
Eritrosit
dari berbagai jenis hewan 62- 72 % air dan 25- 35% terdiri dari zat padat,
sedang 95% dari zat padat tersebut adalah hemoglobin dan 5% terdiri dari
lipida, kolesterol bebas, bermacam-macam enzim serta mineral.
Tujuan
praktikum dengan sub materi penentuan jumlah eritrosit dalam darah untuk
mengetahui prinsip dan cara penghitungan jumlah eritrosit, membandingkan status
kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit pada keadaan tertentu. Adapun tujuan umum
dari semua praktikum itu adalah untuk melatih kemampuan untuk menggunakan alat
–alat percobaan dalam menentukan status darah.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum
Darah
Darah adalah
jaringan ikat cair yang terdapat di mana-mana dalam tubuh. Darah mengandung
sel-sel, serat ekstraseluler yang potensial dan substansi dasar amorf ekstra
seluler. Sel-sel darah dihasilkan di bagian dalam tulang pada jaringan ikat
khusus disebut sumsum tulang. Sel-sel dalam darah ialah eritrosit, leukosit dan
trombosit. Darah mengandung serat fibrinogen yang potensial, yang menjadi serat
sebenarnya (fibrin) selama pembekuan. Bekuan darah adalah jaringan ikat
semisolid yang dengan cepat menghentikan pendarahan dan bekerja sebagai sel-sel
penting untuk penyembuhan luka. Substansi dasar amorf ekstra seluler darah
adalah cair dan protein dalam plasma darah (Johnson, 1994).
Darah adalah
jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bahan intraseluler adalah cairan
yang disebut plasma dan di dalamnya terdapat unsur-unsur padat, yaitu sel
darah. Volume darah secara keseluruhan kira-kira merupakan satu per dua belas
berat badan atau kira-kira 5 liter. Sekitar 55 persennya adalah cairan,
sedangkan 45 persen sisanya terdiri atas sel darah. Angka ini dinyatakan dalam
nilai hematrokit atau volume sel darah yang dipadatkan yang berkisar antara 40
sampai 47.
2.2. Komponen Darah
2.2.1. Sel Darah Putih (Leukosit)
Sel darah putih atau leukosit
( bahasa yunani : leuko = putih ) sangat berbeda dari eritrosit karena adanya
nukleus dan memiliki kemampuan gerak yang independent. Leukosit digolongkan
menjadi dua yaitu granulosit dan leukosit (Dellman dan Brown, 1989). Leukosit
mempunyai berdiameter rata-rata 7,5 mm, bentuk bikonkaf, ketebalan maksimum 2,5 mm, luas permukaan 160 mm dan mempunyai masa hidup antara 100-120
hari (Harlod, 1979). Leukosit jumlahnya lebih sedikit, dibandingkan eritrosit
dan trombosit dengan perbandingan sekitar 1 sel darah putih untuk setiap 660
sel darah merah (William, 1985).
Terdapat lima jenis sel darah
putih yang bekerja sama untuk membangun mekanisme utama tubuh dalam melawan
infeksi, termasuk menghasilkan antibodi (William, 1985). Neutrofil juga disebut
granulosit karena berisi enzim yang mengandung granul-granul. Neutrofil membantu melindungi tubuh melawan
infeksi bakteri dan jamur dan mencerna benda asing sisa-sisa peradangan.
neutrofil ada dua jenis, yaitu neutrofil berbentuk pita (imatur, belum matang)
dan neutrofil bersegmen (imatur, matang). Limfosit memiliki 2 jenis utama,
yaitu limfosit T (memberikan perlindungan terhadap infeksi virus dan bisa
menemukan dan merusak beberapa sel kanker) dan limfosit B (membentuk sel-sel
yang menghasilkan antibodi atau sel plasma) Fungsi utama limfosit adalah
responnya terhadap antigen (benda – benda asing) dengan membentuk anti bodi
yang bersirkulasi di dalam darah atau dalam pengembangan imunitas (kekebalan)
seluler (Frandson, 1992).
2.2.2
Sel Darah Merah (Eritrosit)
Sel darah merah atau eritrosit (bahasa yunani :
eritro – merah; sit – sel) adalah sel–sel yang berdiameter rata–ratanya sebesar
7,5 m, dengan specialisasi untuk pengangkutan
oksigen. Sel–sel ini merupakan cakram (disk) yang bikonkaf, dengan pinggiran
sirkular yang tebalnya 1,5 mm dan pusatnya yang tipis. Cakram bikonkaf tersebut
memiliki permukaan yang relatif luas untuk melakukan pertukaran oksigen yang
melintasi membran sel (William, 1985). Adanya hemoglobin di dalam eritrosit
memungkinkan timbulnya kemampuan untuk mengangkut oksigen, serta menjadi
penyebab timbulnya warna merah pada darah (Frandson, 1992).
Bentuk
eritrhosit dipertahankan oleh sejenis protein kontraktil, dekat plasma lena dan
terkait membentuk inti selaput utuh yang disebut spektrin. Eritrhosit
dewasa tidak memiliki inti, apparatus golgi, sentriol dan sebagian besar
mitokondria lenyap selam proses pemasakan berlangsung sebelum masuk kedalam
aliran darah. Karenanya erithrosit dewasa tidak mampu melakukan sintesis
protein, dan enzim yang ada justru dibentuk pada waktu sel masih memiliki inti
(Dellmann dan Brown, 1989 ). Jumlah eritrosit ayam berbeda-beda, beberapa
faktor yang mempengaruhi yaitu umur, jenis kelamin, hormon, dan makanan. Jumlah
eritrosit 5-10 % dari bobot badan (Strukie, 1965).
2.2.3. Keping
Darah (Trombosit)
Keping darah atau trombosit merupakan sel berbentuk cakram berukuran
sekitar 1x3 mikron. Sel-sel ini tidak mengandung inti tetapi mengandung
mitokondria, organel sitoplasmik dan granula-granula yang khusus yang disebut
granula padat. Darah biasanya mengandung kira-kira satu trombosit untuk
tiap 20 eritrosit. Trombosit berasal dari megakariosit dalam sumsum
tulang belakang.
Trombosit mempunyai sifat mudah menempel pada serat kolagen. Selama
lapisan ini cacat akibat cidera yang luas atau akibat perubahan patologis,
trombosit akan melekat pada serat-serat kolagen yang terpapar. Trombosit
yang melekat pada kolagen mengalami perubahan morfologi yag besar,
keping-keping ini akan berubah menjadi bulatan-bulatan kecil berduri.
Badan padat menghilang dari sitoplasma dan isinya, khususnya adenosin trifosfat
dan serotonin dilepas di luar sel. Adanya ADP, melalui mekanisme
yang tidak diketahui, akan menyebabkan trombosit menjadi lengket, maka
terjadilah efek autokatalitik. Penempelan trombosit menyebabkan pelepasan
ADP, sehingga lebih banyak trombosit yang tiba menjadi lengket dan pada
gilirannya melepaskan granula padatnya.
Fungsi utama trombosit adalah bertugas untuk kerja hemostatik atau untuk
pembekuan darah dan mencegah perdarahan. Trombosit jika terpapar pada zat
akan membeku dan jika pembuluh darah terpotong maka trombosit dengan cepat
menggumpal dan melekat satu sama lain menjadi fibrin. Masa trombosit yang
menggumpal dan fibrin adalah dasar untuk pembekuan. Pada manusia normal jumlah
rata-rata trombosit adalah 150.000 sampai 400.000 per mm3 darah.
2.3. Parameter
Status Darah
Kadar eritrosit sangat bervariasi antara individu yang satu dengan yang
lainnya. Kadar eritrosit dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, kondisi tubuh,
variasi harian, dan keadaan stress. Banyaknya jumlah eritrosit juga disebabkan
oleh ukuran sel darah itu sendiri. Hewan yang memiliki sel darah kecil,
jumlahnya banyak. Sebaliknya yang ukurannya lebih besar akan mempunyai jumlah
yang lebih sedikit. Jumlah sel darah merah yang banyak, juga menunjukkan
besarnya aktivitas hewan tersebut. Hewan yang aktif bergerak/beraktivitas akan
memiliki eritrosit dalam jumlah yang banyak pula, karena hewan yang aktif akan
mengkonsumsi banyak oksigen, dimana eritrosit sendiri mempunyai fungsi sebagai
transport oksigen dalam darah.
Hemoglobin merupakan senyawa organik yang kompleks terdiri atas 4 pigmen
porfirin merah yang mengandung atom Fe dan globulin yang merupakan protein
globuler ( terdiri atas asam 4 amino). Hemoglobin yang mengikat oksigen
disebut oksihaemoglobin. Hemoglobin bertanggungjawab terhadap transport
oksigen dan karbondioksida dalam darah. Peningkatan kadar haemoglobin
akan diikuti oleh peningkatan kadar hematokrit. Hematokrit adalah istilah
yang menunjukan besarnya volume sel-sel eritrosit seluruhnya didalam 100 mm3
darah dan dinyatakan dalam persen (%). Nilai hematokrit atau “volume sel
packed” adalah suatu istilah yang artinya prosentase berdasarkan volume dari
darah, yang terdiri dari sel-sel darah merah. Mengukur kadar hematokrit darah
hewan uji digunakan tabung mikrohematokrit yang berupa pipa kapiler berlapiskan
EDTA (Etil Diamin Tetra Acetat) yang berfungsi sebagai bahan anti
pembekuan darah. Nilai hematokrit standar adalah sekitar 45%, namun nilai ini
dapat berbeda-beda tergantung species. Nilai hematokrit biasanya dianggap sama
manfaatnya dengan hitungan sel darah merah total (Frandson, 1992).
BAB III
METERI DAN METODE
Praktikum
penentuan status darah pada ayam dilaksanakan pada hari Selasa ,6 Oktober 2012
pukul 10.00- 12.00 WIB di Laboratorium, Biologi, Struktur dan Fungsi Hewan
Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan
Matematika, Universitas
Diponegoro, Semarang.
A. MATERI PENENTUAN KADAR HEMOGLOBIN
3.1.Alat dan bahan pada
penentuan kadar hemoglobin
Alat
yang digunakan dalam praktikum penentuan kadar hemoglobin adalah tabung sahli
yang terdiri dari pipet 0,02 ml, pipet sahli, selang (aspirator), pipet tetes,
dan tabung pengukur hemoglobin. Bahan yang dipakai dalam praktikum berupa darah unggas, larutan HCI 0,1 N dan aquades.
3.2. Metode penentuan kadar hemoglobin.
Cara
penentuan kadar hemoglobin :Tabung hemoglobin terlebih dahulu diisi dengan HCl 0,1 N sampai skala 2,
mengisap darah dari tetesan darah yang dipersiapkan dengan pipet Hb sampai
skala 0,02 ml, menghapus darah yang terdapat di ujung pipet dan dengan cepat
menghembuskan darah ke dalam tabung hemometer, mendiamkan selama satu menit,
lalu diencerkan dengan aquades setetes demi setetes sambil diaduk sampai warna
larutan yang terdapat dalam blok komparator warnanya sama lalu pengenceran
dihentikan, tinggi larutan darah pada tabung hemometer dibaca dan angka itu
menunjukkan kadar hemoglobin darah.
B. MATERI PENENTUAN JUMLAH ERITROSIT DALAM DARAH
3.3.Alat dan bahan penentuan jumlah eritrosit.
Alat
yang dgunakan untuk penentuan jumlah eritrosit berupa mikroskop, selang
(aspirator), pipet eritrosit, bilik hitung atau Improved Neubeuer. Bahan yang
dipakai dalam percobaan ini berupa darah unggas dan larutan Hayem.
3.4. Metode penentuan eritrosit
Cara penentuan jumlah
eritrosit ,tetesan darah yang keluar dengan cepat dihisap dengan pipet
eritrosit sampai skala 1, dengan pipet yang sama menghisap dengan cepat larutan
hayem sampai skala 101 ,kemudian melepaskan selang pipet dan menggojoknya
dengan cara membentuk angka delapan, pipet selama 2 menit agar larutan yang
berada di dalamnya tercampuir secara homogen, melakukan penghitungan eritrosit
dengan bilik hitung yang sudah dipersiapkan
dengan cara tetesan pertama larutan dibuang lalu tetesan berikutnya dipakai
,menempelkan ujung pipet pada tepi gelas penutup bilik hitung maka larutan akan
mengalir dengan sendirinya ,melakukan penghitungan pada 80 kotak dan mencatat hasil yang diperoleh.
Cara penghitungan eritrosit
seluruhnya ,satu kotak kecil erotrosit mempunyai sisi 0,5 mm, kedalaman kotak
0,1 mm, jadi volume kotak eritrosit =0,00025 mm3,untuk volume 80
kotak =80 x 0,00025=0,02mm3.
Pengenceran
darah 100 kali, misal jumlah penghitungan eritrosit pada 80 kotak =E, maka
penghitungannya ; rumus penghitungan =E x 50 x 100 = 5000E/mm3,dimana
50 berasal dari faktor koreksi volume
dan 100 berasal dari faktor pengenceran. Dimana volume darah yang
dihitung pada 80 kotak =0,02 mm3 sedang volume yang diinginkan =1 mm3
jadi faktor koreksi =1: 0,02 =50.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil percobaan penentuan
kadar hemoglobin setelah HCl 0,1 N dicampur dengan darah unggas yang tersedia
lalu dilakukan pengenceran sampai warna larutan sama dengan warna larutan dalam
blok komparator . Kadar hemoglobin darah ayam adalah 8,6 gram per seratus.
Pada
percobaan penentuan jumlah eritrosit dapat dilihat pada gambar berikut:
69
|
|
|
|
68
|
|
|
|
|
|
|
|
71
|
|
|
|
|
|
|
|
67
|
|
|
|
63
|
Rumus perhitungan: E x 50 x
100 = 5000 E/ mm3
=(69+68+67+63+71) x 5000
=338 x 5000
=1.690.000 mm3
A. KADAR HEMOGLOBIN
Unggas merupakan hewan ternak
yang mempunyai kadar hemoglobin sekitar 8,0 – 13,0 gr/100 ml (Seigmun,1965) dan
pada saat praktikum diperoleh hasil bahwa pada darah unggas yang dijadikan bahan percobaan mempunyai kadar hemoglobin sebesar 8,6
gr /100 hal ini masih sesuai dengan teori diatas.
Kadar hemoglobin 8,6 gr/100
cenderung dalam kisaran normal pada unggas. Menurut Sturkie, konsentrasi
hemoglobin unggas jantan dan betina pada saat berumur 21 hari sekitar 6,16 gr/100 dan 9,30 gr/100. Hal ini
dimungkinkan karena menurut Blester dan Schwarteri kadar hemoglobin dipengaruhi
oleh:
- Ketinggian tempat, semakin tinggi tempat semakin rendah
jumlah oksigen yang tersedia. Sehingga unggas yang dipelihara di
dataran tinggi kadar hemoglobinnya akan makin tinggi ,begitu pula
sebaliknya unggas yang dipelihara di
dataran rendah kadar hemoglobinnya rendah.
- Jenis kelamin, pada unggas jantan kadar eritrositnya
lebih banyak dibanding unggas betina hal ini berkaitan dengan kadar hemoglobin
yaitu pada ayam jantan lebih tinggi dibanding betina.
- Tingkat umur ayam, makin tua umur unggas kadar hemoglobin darah
makin banyak sebaliknya makin muda umur unggas makin rendah kadar
hemoglobinnya.
- Kondisi unggas itu sendiri, dapat
berupa stress yang dapat menaikkan kadar hemoglobin, unggasnya sakit yang dapat
menurunkan kadar hemoglobin dan unggasnya tidak mau makan dan
minum.
- Kualitas dan kuantitas makanan dan minuman, kandungan
gizi tidak cukup sehingga metabolisme tubuh tidak normal yang berpengaruh
pada pertumbuhan tidak baik yang dapat berakibat kadar hemoglobin akan
turun.
B. JUMLAH ERITROSIT
Berdasarkan
hasil pengamatan pada darah ayam terdapat 1.690.000 /mm3 eritrosit.
.Menurut (Miruka,1981) bahwa eritrosit jantan berkisar antara 2,9 – 4,1
juta/mm3, sedang eritrosit betina berkisar antara 1,58 –3,82 juta /mm3. Ayam
mempunyai 2,5-3,5 juta sel darah merah (cdm/m 3) tergantung pada
umur dan jenis kelamin ayam. Ayam jantan mempunyai sel darah merah 500.000/m3
lebih banyak daripada ayam betina. Tidak seperti pada mamalia, sel darah merah
ayam mempunyai inti yang mengandung hemoglobin dan pembawa pigmen darah. Hal
ini sesuai dengan pendapat Gibson (1996) yang menyatakan bahwa selisih yang
besar ini disebabkan oleh umur, dimana makin tua usia makin banyak eritrositnya,
jenis kelamin dimana pada jantan jumlahnya lebih banyak daripada betina, status
gizi dimana makin berkualitas gizi makin tinggi kadar eritrositnya, kuantitas
pakan dimana dapat mempengaruhi pada proses kelancaran pembentukan
hemoglobin.
BAB V
KESIMPULAN
Dari praktikum
yang telah dilaksanakan, yaitu pada penentuan kadar hemoglobin dalam darah unggas diperoleh
hasil sebesar 8,6 gr /100 ml. Ini berarti darah dalam keadaan normal. Dan
faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan kadar hemoglobin dalam darah adalah
usia, jenis kelamin, faktor fisiologis, lingkungan, kualitas nutrisi ransum,
spesies, dan aktivitas sumsum tulang dalam memproduksi eritrosit.
Darah meliputi tiga komponen
penting yaitu eritrosit, leukosit dan keping darah. Darah memiliki fungsi
sebagai pengangkut oksigen dan nutrisi ke seluruh tubuh. Fungsi tersebut
dilakukan oleh eritrosit. Eritrosit memiliki hemoglobin. Leukosit merupakan
komponen darah yang berfungsi untuk pertahanan. Dalam hal ini komponen leukosit
yang melakukan adalah limfosit.
.
DAFTAR PUSTAKA
Bevelander, G., J.A.Ramaley.
1998. Histologi. Edisi kedelapan.
Penerbit Erlangga, Jakarta. (diterjemahkan oleh W.Gunarso).
Frandson R. D. 1992. Anatomi dan
fisiologi Ternak. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Gibson, J. M. 1996. Mikrobiologi dan Patologi Modern untuk
Perawat. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. (diterjemahkan oleh I.K.G.
Somaprasada).
Johnson, K.E. 1994. Seri Kapita Selekta Histologi dan Biologi
Sel. Penerbit Bina Rupa Aksara, Jakarta. (diterjemahkan oleh
F.A.Gunawijaya).
Pearce, E. 1989. Anatomi dan
Fisiologi untuk Paramedis. PT Gramedia, Jakarta.
BAB I
PENDAHULUAN
Darah merupakan cairan tubuh yang
beredar dalam sistem pembuluh darah dan mempunyai fungsi sangat penting dalam
kehidupan makhluk hidup. Darah pada dasarnya terdiri dari dua komponen utama,
yaitu sel- sel darah dan cairan darah atau plasma darah.
Secara umum darah mempunyai
fungsi sebagai alat pengatur suhu, alat perlindungan tubuh dan sebagai alat
transportasi sari makanan dan gas yang dibutuhkan oleh tubuh. Secara khusus
masing-masing komponen seluler yang dimiliki darah mempunyai fungsi khusus dan
berbeda-beda.
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui prinsip dan cara
pengukuran pH darah dan membandingkan pH darah hewan pada kondisi tertentu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keasaman
Darah
Darah adalah cairan tubuh yang beredar dalam sistem
pembuluh darah yang disusun oleh sel–sel darah dan plasma darah. Darah adalah
suatu jaringan yang bersifat cair. Ada tiga tipe unsur darah, yaitu sel–sel
darah merah atau eritrosit, sel–sel darah putih atau leukosit, dan
keping–keping darah atau trombosit.
Hal penting lainnya adalah
unsur pH dalam plasma darah. Peningkatan kadar CO2 dan unsur–unsur asam lainnya akan
menurunkan pH plasma darah. Hal ini disebabkan karena CO2 dalam
konsentrasi tinggi menyebabkan lebih banyak O2 yang dilepas dalam
segala tekanan O2. Efek ini dinamakan Efek Bohr. Dalam
kapiler jaringan, saat CO2 masuk ke darah, Hb melepas dalam jumlah
besar O2. Efek Bohr dapat dikatakan memberikan fasilitas pengiriman
O2 tambahan ke jaringan tersebut. CO2 menurunkan
affinitas O2 dalam Hb walaupun pH konstan.
Efek ini disebabkan oleh
perpaduan CO2 yang langsung menuju ke kelompok asam amino dari Hb.
Penyaluran O2 ke jaringan hewan kecil yang mempunyai tingkat
metabolisme yang tinggi per gramnya mengakibatkan Hb hewan kecil lebih sensitif
terhadap asam daripada hewan besar. PH darah berbagai vertebrata,
baik berdarah panas maupun dingin, biasanya berkisar antara 7,4 – 8,2. Saat
suhu mencapai 0 derajat celcius, pH sering mencapai lebih dari 8,0 dan pada
suhu 40 derajat celcius mendekati 7,5. pH netral sebesar 7 hanya berlaku pada
suhu ruangan (25 derajat celcius) dan akan berubah seiring dengan perubahan
temperatur (Schalm & Carrel,1986).
2.2. Faktor-faktor
yang mempengaruhi Keasaman Darah
Darah selalu bersifat alifatik, kadar alkalinya tergantung
dari konsentrasi ion hydrogen dan ini dinyatakan dengan pH darah. PH sebesar 7
berarti larutan netral , pH 1-7,1 berarti larutan asam, pH 7,2-14 berarti
larutan basa. Darah selalu mengandung sedikit basa oleh karena itu usaha untuk
mempertahankan tingkat alkali yang konstan dalam darah sangat penting dan ini
dikendalikan oleh pengeluaran karbon dioksida melalui paru-paru Kemampuan untuk
mempertahankan sifat alkali darah tergantung dari natrium bikarbonat dalam
plasma. Keasaman atau pH darah mengambarkan konsentrasi ion hidrogen, yang
menentukan keasaman atau kebasaan relatif dari larutan. Dalam air desilasi ion
hidrogen yang bersifat asam detara dengan ion hdroksi yang bersifat basa atau
alkalis. PH 7,0 mengambarkan keadaan netral.
PH darah menggambarkan konsentrasi ion hidrogen
(H+) yang bersifat asam setara dengan ion hidroksi (OH-) yang bersifat basa
atau alkalis. PH 7 menggambarkan keadaan netral, tidak bersifat asam maupun
bersifat basa. Larutan dengan PH antara 1-7 adalah larutan asam, semakin kecil
angka tersebut semakin asam sifatnya. PH untuk larutan basa berkisar antara
7-14, semakin besar angkanya semakin basa sifatnya. (Frandson,1992).
BAB III
MATERI dan METODE
Praktikum Dasar Fisiologi Ternak tentang tingkat keasaman
darah yang dilaksanakan pada hari Selasa, 13 November 2012 pukul 10.00-12.00
WIB. Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi, Struktur dan
Fungsi Hewan Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang
3.1 Materi
Praktikum Fisiologi dengan materi Keasaman Darah alat yang
digunakan dalam pengukuran tingkat keasaman darah yaitu menggunakan serum atau
cairan bening dan pH indikator.
3.1
Metode
Menyiapkan
serum atau cairan bening, lalu mencelupkan pH indikator ke dalam serum selama 5
menit, kemudian mengangkat dan mengeringkan
dengan diangin-anginkan, membandingkan warna darah sample dengan warna
standar, lalu membaca angka pH dan mencatat serta membahas hasil pengukuran pH
tersebut.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Penentuan
Tingkat Keasaman Darah.
Pada praktikum penentuan tingkat keasaman darah didapatkan
data bahwa darah dari hewan percobaan adalah ber-pH 8.
Hasil ini menunjukan pH darah normal karena pH darah normal
berkisar antara 7,4 – 8,2. Tingkat keasaman (pH) darah dipengaruhi antara lain
oleh suhu. Tingkat pH yang normal (7,4 – 8,2) hanya berlaku pada suhu ruangan
saja dan akan berubah seiring dengan perubahan temperatur (Schalm &
Carrel,1986).
Saat suhu ruangan mendingin (mendekati 0 derajat celcius),
pH darah sering mencapai lebih dari 8. Tingkat pH ayam yang sebesar 8 mungkin
dipengaruhi oleh suhu ruangan tempat ayam tersebut dikandangkan yang mungkin
dingin. Hal ini dapat menyebabkan pH darah ayam tersebut naik dan melebihi
batas normalnya.
Batas-batas normal pH dipertahankan oleh adanya buffer
metabolisme seperti natrium bikarbonat yang dapat digunakan untuk menetralisir
tingkat pH darah yang abnormal. Bila ayam dalam keadaan sakit, maka bikarbonat
akan menurun sehingga pH darah akan menjadi asam maupun menjadi basa. Tingkat
pH darah ayam yang mencapai 9 mungkin juga dipengaruhi oleh keadaan ayam
tersebut yang tidak terlalu sehat atau ayam dalam keadaan sakit
BAB V
KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil pH
darah sebesar 8. Tingkat keasaman (pH) darah dipengaruhi oleh suhu ruangan
tempat ayam tersebut berada dan kadar bikarbonat (yang berfungsi sebagai
buffer) dalam darah.
DAFTAR PUSTAKA
Frandson R. D. 1992. Anatomi dan
fisiologi Ternak. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Schalm C. W. N. C. Jain
and E. J. Carrel. 1986. Veterinary Hematology. 4th.
Ed.
Philadelphia : Lea and Febiger.
BAB I
PENDAHULUAN
Glukosa, suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat terpenting yang
digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan. Glukosa berasal dari
proses katabolisme karbohidrat yang terjadi pada proses glikolisis. Glukosa
adalah senyawa yang penting untuk tubuh tingkat karena tidak mudah bereaksi secara nonspesifik
dengan gugus amino suatu protein. Jika kadar glukosa
dalam darah berlebihan akan menimbulkan berbagai macam penyakit seperti
diabetes, dan lain sebagainya.
Insulin adalah
suatu hormon yang diproduksi oleh sel beta dari pulau-pulau langerhans kelenjar
pankreas. Insulin dibentuk dari proinsulin yang bila kemudian distimulasi,
terutama oleh peningkatan kadar glukosa darah akan terbelah untuk menghasilkan
insulin dan peptide penghubung (C-peptide) yang masuk dalam aliran darah dalam
jumlah ekuimolar. Sejumlah proinsulin juga akan masuk kedalam aliran darah.
Kadar C-peptide dapat digunakan untuk memantau insulin produksi insulin endogen
dan dapat digunakan untuk menyingkirkan penggunaan insulin secara faktisia
sebagai penyebab hipoglikemia yang tidak dapat dijelaskan. Karena insulin dan
C-peptide mempunyai jangka waktu yang berbeda, maka kadar C-peptide tidak
seluruhnya mencerminkan secara akurat kadar insulin endogen.
Insulin yang
mengendalikan gula darah. Tubuh menyerap mayoritas karohidrat sebagai glukosa
(gula darah). Dengan meningkatnya gula darah setelah makan, pankreas melepaskan
insulin yang membantu membawa gula darah ke dalam sel untuk digunakan sebagai
bahan bakar dalam proses metabolisme atau disimpan sebagai lemak apabila
kelebihan. Orang-orang yang punya kelebihan berat badan atau mereka yang tidak
berolahraga seringkali menderita resistensi insulin. Insulin juga menjaga
keseimbangan glukosa dalam darah dan bertindak meningkatkan pengambilan glukosa
oleh sel badan.
Tujuan dari praktikum Fisiologi Ternak dengan materi
Mengukur kadar Glukosa dalam Darah adalah mengetahui prinsip dan cara penentuan
kadar glukosa darah, mahir dan trampil menggunakan alat yang dipergunakan untuk
menentukan kadar glukosa dalam darah dan mengukur kadar glukosa darah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Katabolisme
Glukosa adalah senyawa
sederhana yang berasal dari proses katabolisme dari karbohidrat. Katabolisme
adalah serangkaian reaksi yang merupakan proses pemecahan senyawa kompleks
menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dengan membebaskan energi, yang
dapat digunakan organisme untuk melakukan aktivitasnya. Termasuk didalamnya reaksi
pemecahan dan oksidasi molekul makanan seperti reaksi yang menangkap energi
dari cahaya matahari. Fungsi reaksi katabolisme adalah untuk menyediakan energi
dan komponen yang dibutuhkan oleh reaksi anabolisme.
2.2. Kadar Normal Glukosa
Dalam Darah
Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi, dimana
gula darah akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam.
Kadar gula 5 darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa
adalah antara 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140
mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat
lainnya. Kadar gula darah yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi
progresif (bertahap) setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang
tidak aktif bergerak. Peningkatan kadar gula darah setelah makan dan minum merangsang
pankreas menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah (Soegondo, 2007).
Hormon insulin dihasilkan oleh sekelompok sel beta di
kelenjar pankreas dan sangat berperan dalam metabolisme glukosa dalam sel
tubuh. Hormon insulin normalnya dilepaskan secara langsung ke dalam sirkulasi
darah dari kantong-kantong kecil sel yang dinamakan pulau-pulau langerhans,
yang tersebar di seluruh kelenjar pankreas (kelenjar perut). Pankreas terletak
di perut sebelah atas, tepat di bawah hati, sebagian di belakang lambung,
dikelilingi usus halus. Setiap kenaikan kadar glukosa darah memicu pulau-pulau
dalam pancreas untuk menghasilkan insulin, kemudian dilepas ke dalam pembuluh
darah yang melewati pankreas (Wise, 2002).
Kadar glukosa yang tinggi dalam tubuh tidak bisa
diserap semua dan tidak mengalami metabolisme dalam sel. Akibatnya, seseorang
akan kekurangan energi, sehingga mudah lelah dan berat badan terus turun. Kadar
glukosa yang berlebih tersebut dikeluarkan melalui ginjal dan dikeluarkan
bersama urin. Gula memiliki sifat menarik air sehingga menyebabkan seseorang
banyak mengeluarkan urin dan selalu merasa haus (Soegondo, 2007).
2.3. Faktor Yang Mempenaruhi Kadar Glukosa Darah
Kadar glukosa dapat naik bila seseorang banyak
mengkonsumsi makanan yang mengandung gula berlebihan. Dan juga ketika kelenjar
pankreas tidak dapat menghasilkan hormon insulin dengan baik, yang
mengakibatkan seluruh gula (glukosa) yang dikonsumsi tidak dapat diproses
dengan sempurna, sehingga mengakibatkan
peningkatan kadar glukosa dalam darah (Utami, 2003).
Peningkatan kadar
glukosa darah sebenarnya dapat dicegah. Diantaranya dengan menerapkan
pola hidup sehat, menjalankan pola makan yang baik, melakukan aktivitas fisik
(olah raga) secara teratur dan memadai (Bambang, 2004).
BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum
Dasar Fisiologi Ternak tentang pertumbuhan dilaksanakan pada hari selasa, 13 November
2012 pukul 10.00-12.00 WIB di Laboratorium, Biologi,
Struktur dan Fungsi Hewan Jurusan
Biologi, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas
Diponegoro, Semarang.
3.1. Materi
Dalam praktikum dengan materi Penetapan Kadar Glukosa Darah
menggunakan alat antaara lain Accu Check Active yang digunakan untuk mengukur
kadar glukosa darah, pipet tetes untuk mengambil darah. Bahan-bahan praktikum
yang digunakan antara lain adalah darah kelinci yang akan ditentukan kadar
glukosanya.
3.2. Metode
Menyiapkan darah yang akan dipergunakan untuk
percobaan. Menyiapkan alat untuk menentukan kadar glukosa dalam darah yaitu Accu Check Active. Menyalakan Accu Check
dengan menekan tombol On, sehingga dilayar muncul ON. Memasangkan Test Strip
kedalam Accu Check. Menunggu beberapa saat sampai lampu indicator warna merah
berkedip-kedip yang menunjukkan siap untuk ditetesi darah. Setelah itu teteskan
1-2µL (mikroliter)
atau satu tetes darah yang diambil dengan pipet tetes di atas area berbentuk
kotak, berwarna jingga pada test strip. Menunggu selama 5-7 detik, pada layar
muncul angka yang menunjukkan kadar glukosa dalam darah yang diamati.
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dengan materi Penetapan Kadar
Glukosa Darah diperoleh
hasil, bahwa kadar glukosa darah kelinci yang telah diukur adalah sebanyak 41,5
mg/dL.
Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa hewan yang
diambil darahnya mengalami kekurangan kadar glukosa dalam darah. Karena kadar
glukosa darah hewan yang normal adalah antara 70-150 mg/dL. Hal tersebut
sependapat dengan yang disebutkan oleh Soegondo (2007), yang berbunyi Kadar
gula darah yang normal antara 70-150 mg/dL. Kadar gula darah yang normal
cenderung meningkat secara ringan tetapi progresif (bertahap) terutama pada
hewan-hewan yang tidak aktif bergerak. Dalam kadar glukosa menurun atau
meningkat dapat dipengaruhi oleh keadaan fisiknya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Kimball (1994) yang menyatakan bahwa kadar glukosa darah menurun
akibat dari keadaan hewan yang terkejut atau stress. Pada kadar glukosa darah
kelinci yang diamati mengalami kadar glukosa yang tidak normal dikarenakan
kelinci tersebut dalam keadaan stress.
BAB V
KESIMPULAN
Dari percobaan tentang penentuan kadar glukosa darah dapat
disimpulkan bahwa penentuan kadar glukosa darah dapat menggunakan alat yang
disebut Accu Check Active, kemudian
dapat diketahui bahwa kadar normal glukosa darah pada kelinci adalah antara
70-150 mg/dL darah pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa. Dan kadar
gula (glukosa) yang berlebih dapat dicegah dengan cara mengatur pola makan yang
sehat dan tidak banyak mengandung gula, berolahraga secara teratur, dan lain
sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo,
S. 1976. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina
Pustaka. Jakarta.
Kimball, John, W. 1994. Biologi Edisi ke-5 Jilid ke-2. Universitas
Gajah Mada Press. Yogyakarta.
Praseno, Koen & Yusuf, Enny. 2003. Praktikum Fisiologi Ternak. Universitas
Diponegoro. Semarang.
BAB I
PENDAHULUAN
Human Chorionic Gonadrotropin
(HCG) dalah suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh plasenta dalam kehamilan.
Namun selama plasenta belum terbentuk, hormon ini dihasilkan oleh sel-sel
fungsi tropoblas. Setelah kehamilan memasuki 12-13 minggu HCG dihasilkan oleh
plasenta. Produksi HCG mencapai
puncaknya pada minggu ke 14 dan menurun secara granual setelah minggu ke 14. Hormon HCG bersifat
mempertahankan korpus luteum, yakni
jaringan di ovarium yang menghasilkan progesteron. Hormon progesteron berfungsi
untuk memelihara atau mempertahankan proses kehamilan, sedangkan korpus luteum
ini ditunjang keberadaannya oleh HCG. Kadar HCG dapat diukur lewat darah atau
urin yang sering dikenal test kehamilan dan mengindikasikan ada atau tidaknya
embrio yang terimplantasi. Deteksi HCG lewat urin biasa dikenal dengan test pack. Alat test kehamilan
mengandung zat yang bereaksi dengan hormon kehamilan, Human Chorionic Gonadrotropin (HCG). Zat tersebut berubah warna
jika HCG terdeteksi dalam urin. Deteksi HCG darah lebih akurat karena yang
diukur adalah jumlah subunit beta hormon HCG (β-HCG). Test melalui darah ini
lebih cepat dibandingkan dengan urin , karena sebenarnya kadar HCG sudah ada
dalam darah sejak implantasi terjadi, atau sejak terjadi pembuahan pada hari
ke-8 sehingga bisa terdeteksi lewat darah.
Urin
atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal
yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Pengeluaran
urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring
oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Secara umum urin
berwarna kuning. Urin encer warna kuning pucat (kuning jernih), urin kental
berwarna kuning pekat, dan urin baru / segar berwarna kuning jernih. Urin yang
didiamkan agak lama akan berwarna kuning keruh. Urin berbau khajika dibiarkan
agak lama berbau ammonia. Ph urin berkisar antara 4,8 – 7,5, urin akan menjadi
lebih asam jika mengkonsumsi banyak protein,dan urin akan menjadi lebih basa
jika mengkonsumsi banyak sayuran. Berat jenis urin 1,002–1,035. Secara kimiawi
kandungan zat dalan urin diantaranya adalah sampah nitrogen(ureum, kreatinin
dan asam urat), asam hipurat zat sisa pencernaan sayuran dan buah, badanketon
zat sisa metabolism lemak, ion-ion elektrolit (Na, Cl, K, Amonium, sulfat,Ca
dan Mg), hormone, zat toksin (obat, vitamin dan zat kimia asing), zat abnormal
(protein, glukosa, sel darah Kristal kapur dsb) Volume urin normal per hari
adalah 900 – 1400 ml, volume tersebut dipengaruhi banyak faktor diantaranya
suhu, zat-zat diuretika (teh, alcohol, dan kopi), jumlah air minum, hormon ADH,
dan emosi.
Praktikum menetukan HCG (Human Choirionic Gonadotropin) ini
mempunyai tujuan supaya mahasiswa dapat mengetahui prinsip dan cara-cara
menetukan HCG dalam urin secara kualitatif, dan supaya mahasiswa mahir dan
terampil menggunakan alat test pack untuk mengadakan percobaan menetukan HCG dalam urin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Ekskresi
Sistem Ekskresi
adalah proses pengeluaran zat sisa metabolisme yang sudah terakumulasi dalam
tubuh agar kesetimbangan tubuh tetap terjaga. Sistem ekskresi merupakan hal
yang pokok dalam homeostasis karena sistem ekskresi tersebut membuang limbah
metabolisme dan merespon terhadap ketidakseimbangan cairan tubuh dengan cara
mengekskresikan ion-ion tertentu sesuai kebutuhan. Sebagian besar sistem
ekskresi menghasilkan urin dengan cara menyaring filtrat yang diperoleh dari
cairan tubuh. Sistem ekskresi sangat beraneka ragam, tetapi semuanya mempunyai
kemiripan fungsional. Secara umum, sistem ekskresi menghasilkan urin melalui
dua proses utama yaitu filtrasi cairan tubuh dan penyulingan larutan cair yang
dihasilkan dari filtrasi itu. Sistem ekskresi pada hewan invertebrata sangat
berbeda dengan sistem ekskresi pada hewan vertebrata. Tetapi walaupun berbeda
secara fungsional tetap mengeluarkan urin dari filtrat zat-zat terlarut didalam
tubuh yang tidak terpakai lagi, melalui anus ataupun kloaka dan rectum
3.2. Hormon Reproduksi
Estrogen dihasilkan oleh
ovarium.Ada banyak jenis dari estrogen tapi yang paling penting untuk
reproduksi adalah estradiol. Estrogen berguna untuk pembentukan ciri-ciri
perkembangan seksual pada wanita yaitu pembentukan payudara, lekuk tubuh,
rambut kemaluan,dll. Estrogen juga berguns pada siklus menstruasi dengan
membentuk ketebalan endometrium, menjaga kualitas dan kuantitas cairan cerviks
dan vagina sehingga sesuai untuk penetrasi sperma (Yuntaq,2009). Estrogen terdiri dari tiga jenis hormon yang berbeda, yaitu
estron, estradiol, dan estriol. Pada wanita normal, estrogen banyak diproduksi
oleh folikel selama proses ovulasi dan korpus luteum selama keharmilan. Pada
saat keluar dari sirkulasi, hormon steroid berikatan dengan protein plasma.
Estradiol berikatan dengan transpor globulin yang dikenal dengan seks
hormone binding globulin (SHBG) dan berikatan lemah dengan albumin,
sedangkan estrone berikatan kuat dengan albumin. Sirkulasi estradiol secara
cepat diubah menjadi estron di hepar dengan bantuan 17α-hidroksisteroid dehidrogenase. Sebagian estrone masuk kernball ke
sirkulasi, dan sebagian lagi dimetabolisme Menjadi αβ-hidroksiestrone
yang dikonversi menjadi estriol . Pada awal siklus ovulasi - produksi estradiol
akan menurun sampai titik terendah, tetapi karena pengaruh hormon FSH estradiol
akan mulai meningkat. Sebelum fase mid cycle kadar estradiol dibawah 50 pg/mL,
tetapi akan terus meningkat sejalan dengan pematangan ovum. Estradiol akan
mencapai puncaknya sebesar 250-500 pg/mL pada hari ke 13-15 siklus ovulasi.
Pada fase luteal, kadar estrogen akan menurun sampai 125 pg/mL (Ruswana,2005).
Hormon
ini diproduksi oleh korpus luteum. Progesteron mempertahankan ketebalan
endometrium sehingga dapat menerima implantasi zygot.Kadar progesterone terus
dipertahankan selama trimester awal kehamilan sampai plasenta dapat membentuk
hormon HCG (Yuntaq,2009).
Progesteron bersama-sama dengan estrogen memegang
peranan penting di dalam regulasi seks hormon wanita. Pada wanita, pregnenolon
diubah menjadi progesteron atau 17a-
hidroksipregnenolone dan perubahan ini tergantung dari fase ovulasi
dimana progesteron disekresi oleh korpus luteum dalam jumlah yang besar.
Progesteron juga merupakan prekursor untuk testoteron dan estrogen, pada saat
terjadi metabolisme 17α-hidroksiprogesteron
menjadi dehidroepiandrosteron yang dikonversi menjadi 4 andr ostenedion dengan bantuan enzim 17α hidroksilase pregnenolon. Pada awal
menstruasi dan fase folikular kadar progesteron sekitar 1 ng/mL. Pada saat
sekresi LH, konsentrasi progesteron dapat bertahan selama 4-5 hari di dalam
plasma dan mencapai puncaknya yaitu sebesar 10-20 ng/mL selama fase luteal.
Pengukuran progesteron di dalam plasma dapat digunakan untuk memonitor keadaan
ovulasi. Jika konsentrasi progesteron lebih dari 4-5 ng/mL mungkin sudah
terjadi ovulasi . Progesteron berperan di dalam organ reproduksi termasuk kelenjar
mamae dan endometrium serta peningkatkan suhu tubuh manusia. Organ
target progesteron yang lain adalah uterus, dimana progesteron membantu
implantasi ovum. Selama kehamilan progesteron mempertahankan plasenta,
menghambat kontraktilitas uterus dan mempersiapkan mamae untuk proses
laktasi. Pada umumnya pemeriksaan kadar progesteron dilakukan untukpemeriksaan
fungsi plasenta selama kehamilan, fungsi ovarium pada fase luteal, dan
monitoring proses ovulasi. Pada pemeriksaaan ini sampel diambil satu sampai dua
kali pada fase luteal Kadamya meningkat pada kehamilan, ovulasi, kista ovarium,
tumor adrenal, tumor ovarium, mola hidatidosa. Dan menurun pada keadaan
amonorea, aborsi mengancarn, dan kematian janin. Faktor yang mempengaruhi
pemeriksaan hormon progesteron adalah penggunaan steroid, progesteron, dan
kontrasepsi oral (Ruswana,2005).
3.2. Human Chorionic Gonadotropin
HCG
( Human chorionic gonadotropin) yaitu suatu hormon gliko protein yang
mempertahankan sistem reproduksi wanita dalam keadaan cocok untuk kehamilan.
HCG disintesa pada retikulum endoplasma kasar, glikosilasi disempurnakan
apparatus golgi. Tes kehamilan menggunakan urine, karena dalam urine wanita
hamil mengandung HCG (Johnson, 1994 ). Gonadotropin plasenta
pada manusia dinamakan Human Chorionic Gonadotropin atau HCG. HCG adalah suatu
glikoprotein yang mengandung galaktosa dan heksosamin. HCG disekresikan kedalam
urine pada awal kehamilan. Hormon HCG dihasilkan oleh jaringan
plasenta yang sedang berkembang sesaat setelah terjadi pembuahan, dalam
kehamilan yang normal HCG muncul dalam urine dan konsentrasinya meningkat
dengan cepat, oleh karena itu HCG merupakan petunjuk yang baik untuk mendeteksi
kehamilan secara dini. Ketika wanita sedang hamil, maka hari pertama ia tidak
mendapat haid, kadar HCG mencapai 100 mlU/ ml, kadar HCG mencapai puncaknya
kira-kira 8 minggu setelah haid terakhir, lalu turun pada masa kehamilan
berikutnya. Setelah bersalin,
kadar HCG akan turun dengan cepat dan kembali normal dalam beberapa hari (Koen Praseno, 2003). Fungsi HCG adalah mempertahankan corpus luteum yang membuat estrogen dan
progesteron sampai saat plasenta terbentuk sepenuhnya dan dapat membuat sendiri
cukup estrogen dan progesteron. Pada waktu itu kadar HCG juga turun. (Sarwono Prawirohardjo, 1976).
BAB III
MATERI
DAN METODE
Praktikum
Fisiologi Ternak dengan materi Menetukan HCG dalam Urine dilaksanakan pada hari
Selasa, tanggal 13 November 2012 jam 10.00-12.00 WIB di Laboratorium, Biologi, Struktur dan Fungsi Hewan
Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan
Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang.
4.1. Materi
Bahan yang digunakan dalam praktikum menetukan HCG
dalam urine adalah urine ibu hamil yang usia kandungannya berumur 1-3 bulan,
test pack, dan botol bersih dan kering.
4.2. Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum menentukan HCG
adalah Urin pertama pagi hari pada ibu hamil umur 1-3 bulan dikoleksi/ditampung
dalam botol bersih dan kering. Kemasan
alumunium foil dari test pack dibuka, strip dikeluarkan kemudian dicelupkan
dalam sampel urin sampai batas maksimum selama 30 detik (setengah menit). Strip diangkat dalam sampel urin yang
diuji dan diletakkan di tempat kering. Setelah 2-3 menit akan keluar dari tes
yang dilakukan. Bila pada strip
muncul satu garis indicator berarti hasil negative (tidak ada kehamilan). Bila
pada strip muncul dua garis indicator berarti hasil positif (hamil).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Garis indicator : 2 (positif)
Warna garis indikaor : Merah
Sumber : Data Primer
Praktikum Fisiologi Ternak, 2012
Ilustrasi
1. Gambar
Test Pack
Ovum
yang sudah dibuahi sperma, bila sel telur tersebut sudah matang ovum akan
dikelilingi oleh volikel degraf. Sel telur keluar dari ovarium dan kemuidan
akan menempel pada dinding rahim, volikel degraf tersebut dalam ovarium
akan menjadi korpus luteum. Korpus
luteum akan menghasilkan hormon progesteron. Fungsi hormon progesteron adalah
memelihara kehamilan dengan cara mempertahankan ketebalan di dinding rahim. HCG
dihasilkan oleh plasenta dan fungsi HCG adalah untuk tetap mempertahankan
korpusluteum agar tetap menghasilkan hormon progesteron. Hal ini sesuai
pendapat Yuntaq (2009) yang menyatakan bahwa hormon ini diproduksi oleh korpus
luteum. Progesterone mempertahankan ketebalan endometrium sehingga dapat
menerima implantasi zygot. Kadar progesterone terus dipertahankan selama
trimester awal kehamilan sampai plasenta dapat membentuk hormon HCG dilanjutkan
oleh pendapat Prawiroharjo (1976) yang menyatakan bahea fungsi
HCG adalah mempertahankan corpus luteum yang membuat estrogen dan progesteron
sampai saat plasenta terbentuk sepenuhnya dan dapat membuat sendiri cukup
estrogen dan progesteron. Pada waktu itu kadar HCG juga turun.
Urin ibu hamil yang digunakan saat praktikum diambil
pagi hari setelah bangun tidur, karena hasilnya lebih akurat. Urin yang digunakan adalah urin ibu hamil
yang usia kandungannya 1-3 bulan karena pada usia ini HCG dalam urin dapat
digunakan untuk mengetes kehamilan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Kimball (1994) yang menyatakan bahwa HCG (Human
Chorionic Ganadotropin) yang bekerja dari hari kedelapan sampai minggu
kedelapan kehamilan dapat digunakan untuk mengetes kehamilan, karena hormon
tersebut dijumpai dalam urine orang yang hamil.
Kerja test pack bila hasil negatif maka strip pada
test pack akan muncul satu strip (test band), sedangkan hasil positif akan
muncul dua strip, yaitu pada test band dan control band. Adanya pengikatan
antara enzim pewarna (klomoform) dengan glikoprotein pada urin, sehingga akan
muncul warna pada control band yang berarti hasil postif. Adanya penghambatan
aglutinasi untuk menunjukan HCG yang disekresikan ke dalam urin saat kehamilan.
Hal ini sesuai pendapat Koen Praseno (2003) yang menyatakan bahwa prinsip kerja immunological HCG test adalah suatu reaksi penghambatan
aglutinasi yang digunakan untuk menunjukkkan hormon Human Chorionic
Gonadotropin yang disekresikan kedalam urine selama masa kehamilan.
Sedangkan pada hasil yang di
dapatkan pada praktikum tentang HCG urine sapi bunting ternyata setelah di tes
menggunakan tes pack di dapatkan hasil negative. Hasil negative itu bukan di
karenakan sapi tidak bunting tetapi tes pack hanya di gunakan pada manusia
tidak bisa di gunakan pada hewan di karenakan kadar hormone yang terdapat pada
tes pack berbeda.untuk itu apabila ingin mengetahui sapi itu hamil atau tidak
dapat di ketahui dengan cara memasukkan sel ovum ke dalam kloaka katak, apabila
katak tersebut mengeluarkan cairan berarti sapi tersebut bunting. Ovum yang
sudah dibuahi sperma, bila sel telur tersebut sudah matang ovum akan
dikelilingi oleh volikel degraf. Sel telur keluar dari ovarium dan kemuidan
akan menempel pada dinding rahim, volikel degraf tersebut dalam ovarium
akan menjadi korpusluteum. Korpusluteum
akan menghasilkan hormon progesteron. Fungsi hormon progesteron adalah
memelihara kehamilan dengan cara mempertahankan ketebalan di dinding rahim. HCG
dihasilkan oleh plasenta dan fungsi HCG adalah untuk tetap mempertahankan
korpusluteum agar tetap menghasilkan hormon progesteron. Hal ini sesuai
pendapat Yuntaq (2009) yang menyatakan bahwa hormon ini diproduksi oleh korpus
luteum. Progesterone mempertahankan ketebalan endometrium sehingga dapat
menerima implantasi zygot. Kadar progesterone terus dipertahankan selama
trimester awal kehamilan sampai plasenta dapat membentuk hormon HCG dilanjutkan
oleh pendapat Prawiroharjo (2002) yang menyatakan bahea fungsi
HCG adalah mempertahankan corpus luteum yang membuat estrogen dan progesteron
sampai saat plasenta terbentuk sepenuhnya dan dapat membuat sendiri cukup
estrogen dan progesteron. Pada waktu itu kadar HCG juga turun.
Urin sapi bunting di dapat pada sapi tersebut
mengeluarkan urine nya. Karena pada praktikum kali ini kita dapat mengetahui
bunting atau tidaknya sapi tersebut menggunakan tes pack. Hal ini sesuai dengan
pendapat Kimball (2004) yang menyatakan bahwa HCG (Human Chorionic Ganadotropin) yang
bekerja dari hari kedelapan sampai minggu kedelapan kebuntingan dapat digunakan
untuk mengetes kehamilan, karena hormon tersebut dijumpai dalam urine hewan
yang bunting.
Kerja test pack bila hasil negatif maka strip pada
test pack akan muncul satu strip (test band), sedangkan hasil positif akan
muncul dua strip, yaitu pada test band dan control band.Adanya pengikatan
antara enzim pewarna (klomoform) dengan glikoprotein pada urin, sehingga akan
muncul warna pada control band yang berarti hasil postif. Adanya penghambatan
aglutinasi untuk menunjukan HCG yang disekresikan ke dalam urin saat kehamilan.
Hal ini sesuai pendapat Koen Praseno (2003) yang menyatakan bahwa prinsip kerja immunological HCG test adalah suatu reaksi penghambatan
aglutinasi yang digunakan untuk menunjukkkan hormon Human Chorionic
Gonadotropin yang disekresikan kedalam urine selama masa kehamilan.
BAB V
KESIMPULAN
DAN SARAN
6.1. Simpulan
Berdasarkan hasil
praktikum Fisiologi Ternak dengan materi Menentukan HCG adalah positif. HCG
dihasilkan oleh plasenta dan berfungsi untuk mempertahankan korpus luteum agar
tetap menghasilkan hormo progesteron. Prinsip kerja test adalah reaksi penghambatan aglutinasi
untuk menunjukan HCG yang disekresikan ke dalam urin saat kehamilan dan warna
yang ditimbulkan pada test pack untuk mengetahui positif atau negatif. Bila
negatif strip yang ditampilkan hanya satu (test band), sedangkan bila positif
strip yang ditimbulkan dua (test band dan control band). Warna yang timbul pada
control band dan berarti positif karena adanya pengikatan antara enzim pewarna
(enzim klomoform) dengan glikoprotein pada urin sehingga muncul warna.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Ruswana.
2005. Sintesis, Fungsi dan Pemeriksaan
Hormon Reproduksi. UNPAD Pers, Bandung.
Johnson, K.E.
1994. Histologi dan Fisiologi Sel.
Binapura Aksara, Jakarta.
Kimball, John,
W. 1994. Biologi Edisi ke-5 Jilid ke-2. Universitas
Gajah Mada Press. Yogyakarta.
Praseno, Koen
& Yusuf, Enny. 2003. Petujuk
Praktikum Fisiologi Ternak. Universitas Diponegoro. Semarang.
Prawirohardjo, S. 1976. Ilmu
Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
Scrateherd. 1990. Ilmu Faal.
Binapura Aksara, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar