BAB I
PENDAHULUAN
Perkecambahan merupakan suatu aktivitas pertumbuhan
yang sangat singkat dari suatu embrio dalam perkembangan biji menjadi tanaman
muda.Kecepatan perkecambahan banyak dipengaruhi oleh serapan air, aktivitas
enzim, pertumbuhan embrio, pecahnya kulit, terbentuknya tanaman kecil dan usaha
memperkuat tanaman kecil tersebut. Perkecambahan biji tergantung viabilitas
benih, kondisi lingkungan dan usaha pemecahan dormansi. Benih adalah biji
tanaman yang digunakan untuk tujuan penanaman atau simbol dari suatu permulaan
dan merupakan inti dari kehidupan di alam semesta dengan kegunaan terpentingnya
sebagai penyambung dari kehidupan suatu tanaman.
Praktikum Produksi Hijauan Makanan Ternak dengan
materi Skarifikasi dan Uji Muncul Tanah bertujuan agar praktikan mengetahui
efek scarifikasi dan kedalaman terhadap presentasi muncul tanah berbagai
leguminosa pakan, praktikan mampu melakukan scarifikasi.Manfaat praktikum ini mahasiswa dapat mengetahui
efek skarifikasi terhadap proses perkecambahan dan efek terhadap presentasi
muncul tanah.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Skarifikasi
Skarifikasi
adalah usaha memecah dormasi benih yang bertujuan untuk menghilangkan sifat
dormansi fisik benih terhadap gas dan air sehingga mempercepat perkecambahan (Harjadi,
2002). Skarifikasi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu mekanik, fisik dan
kimiawi. Tujuan skarifikasi dapat
untuk memberantas penyakit menular yang berada dalam benih. Perlakuan sejumlah
biji dengan H2SO4 atau pengikisan mekanis yang dikenal
sebagai skarifikasi. Dengan menggunakan scarifikasi, akan dapat dijamin bahwa
hanya sedikit saja biji yang mempertahankan kondisi keras pada biji tersebut
(Peter et al., 2002).
2.1.1. Perlakuan Fisik
Skarifikasi
secara fisik adalah memecah dormasi benih menggunakan suhu yang tinggi sehingga
dormasi benih dapat pecah. Beberapa jenis benih kadang diberi perlakuan
perendaman di dalam air panas dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh
benih (Schmidt,2002). Biji legum
mudah menurunkan daya kecambahnya terutama daya kecambahnya terutama bila kadar
air dalam biji diatas 13% dan disimpan dalam ruangan yang suhunya 250C
serta kelembaban diatas 80% (Hasanah dan Rusmin, 2006).
2.1.2. Perlakuan kimia
Skarifikasi secara kimia adalah pemecahan
dormasi benih menggunakan unsur kimia yaitu dengan menggunakan H2SO4.
Perendaman menggunakan asam
sulfat pekat menyebabkan kulit biji mejadi permeabel terhadap air sehingga
kulit biji mudah tumbuh dalam periode yang pendek Soemarsono (2002). Skarifikasi dengan menggunakan H2SO4
96% memberikan hasil paling rendah pada perkecambahan.Perendaman yang kurang
lama dapat menyebabkan kulit biji yang masih keras dan belum lunak, sedangkan
apabila perandaman yang terlalu lama dapat menyebabkan biji yang menjadi
terlalu lunak sehingga penyerapan air dan sirkulasi udara yang terlalu banyak
(Sutopo, 2001).
2.1.3. Perlakuan Mekanik
Skarifikasi
secara mekanik adalah pemecahan dormasi benih menggunakan penghalus atau amplas
dengan mengikir atau menggosok kulit benih akibat impermeabilitas kulit, baik
terhadap air maupun gas Sutopo (2001). Pengamplasan yang terlalu halus, dapat
menyebabkan kerusakan terhadap bakal biji, dijelaskan lebih lanjut pengamplasan
yang kurang sempurrna dan pengamplasan yang tidak tepat pada mata biji atau
pengamplasan yang tidak searah dapat menyebabkan kerusakan pada biji Sutopo
(2001).
2.2. Uji Muncul Tanah
Tahap-tahap pengolahan tanah yang baik meliputi pencangkulan dan
pembersihan lahan. Pencangkulan bertujuan untuk memecah lapisan tanah menjadi
bongkahan sehingga pengolahan lebih lanjut akan lebih mudah. Pembalikan tanah
dan membiarkan tanah beberapa hari sebelum digemburkan akan mempercepat mineralisasi
bahan organik, sehingga aktivitas mikroorganisme tanah bisa dipergiat (Sutopo,
2000). Kedalaman penanaman biji akan berpengaruh pada efektifitas dan kecepatan
daya tumbuh biji yang akan berkecambah (Reksohadiprodjo, 2000). Radiasi ultra
violet juga berpengaruh terhadap perkecambahan.Letak benih yang tertanam
tersebut kurang mendapatkan sinar matahari, sehingga benih terlambat
pertumbuhannya.Cahaya berpengaruh pada laju pertumbuhan dan perkembangan
tanaman (Peter et al., 2002).
2.3. Benih
Benih adalah biji tanaman yang digunakan untuk
tujuan penanaman atau simbol dari suatu permulaan dan merupakan inti dari
kehidupan di alam semesta dengan kegunaan sebagai penyambung dari kehidupan
tanaman (Harjadi, 2002). Benih juga merupakan alat untuk menyebar
kehidupan baru dari suatu tempat ke tempat lain dengan kekuatannya sendiri dan
dengan pertolongan manusia maupunhewan (Kamil, 2002). Menurut strukturnya benih adalah suatu ovule
atau bakal benih yang masak dan mengandung suatu tanaman mini atau embrio yang
biasanya terbentuk dari bersatunya sel-sel generatif (gamet) di dalam embrio
serta cadangan makanan yang mengelilingi embrio (Sutopo, 2001). Perkembangan dengan benih merupakan cara umum dalam mengembangbiakan
tanaman baik penyerbukan maupun silang dengan penyimpanan makanan dalam waktu
yanglama (Setyati, 2000).
Pertumbuhan benih juga dipengaruhi
oleh kedalaman tanah. Kedalaman akan mempengaruhi perkecambahan benih, jika
benih ditanam terlalu dalam maka akan menghambat proses perkecambahan (Sutopo 2001). Suatu benih dikatakan sebagai benih dorman apabila benih dari tanaman tidak
berkecambah meskipun ditempatkan pada kondisi lingkungan optimum. Banyak faktor
penyebab dormasi, antara lain yaitu karena kulit benih yang tidak permeabel
terhadap air maupun gas adanya penghambat kimiawi dalam benih (Sutopo, 2001).
Penggolongan benih dapat dilakukan dengan
menggunakan ayakan atau berbagai peralatan mesin sederhana.Penggolongan tersebut
dilaksanakan berdasarkan pada sifat-sifat morfologi benih atau fisiologi benih
seperti dimensi benih atau berat jenis benih. (Kamil, 2002). Keuntungan pembiakan dengan biji sangat banyak biasanya merupakan cara
yang paling murah dalam pembiakan. Kerugian pembiakan dengan benih adalah
segregasi secara genetik pada tanaman-tanaman yang bersifat heterozigot dan
jangka waktu yang sangat lama sejak biji sampai tanaman dewasa pada tanaman
tertentu (Setyowati, 2003).
2.3.1. Sentro
(Centrocema pubescens)
Centrosema pubescens merupakan legum yang berasal dari
Amerika Selatan. Siklus hidupnya perenial. Ciri-ciri dari legum ini adalah daun
trifoliat, lebih runcing dibandingkan dengan puero dan kalopo (Soemarsono,
2002). Sifat tumbuhnya membelit, menjalar atau memanjang. Bunganya berbentuk
kupu-kupu besar dan berwarna ungu muda kemerahan (Soegiri et al., 2002).
Centrosema pubescens tumbuh di daerah tropika. Curah hujan
lebih dari 1000 mm/tahun. Pertumbuhannya jelek karena tidak tahan dingin. Centrosema pubescens tahan musim kemarau
yang panjang dan toleran terhadap drainase yang jelek. Legum ini responsif
terhadap pupuk P (Sutopo, 2001). Perkembangbiakan sentro dengan bahan tanam
biji 1 - 6 kg/ha. Pertumbuhan kecambah tidak tahan naungan, tetapi tahan
naungan pada fase dewasa. Sentro berfungsi sebagai penutup tanah bersama puero dan calopo. Tahan grazing berat dicampur dengan Guinea, Napier, Pangola
dan Para (Soegiri et al., 1992).
2.3.2. Puero (Pueraria phaseoloidse)
Legum ini disebut juga puero, tropikal kudzu, kacang ruji (Jawa) yang
berasal dari India timur dan siklus hidupnya perennial. Ciri-ciri legum
ini adalah tumbuh merambat, membelit, memanjat, sifat perakarannya (pada buku)
dalam, daun muda tertutup bulu berwarna coklat, warna bunga ungu kebiruan
(Reksohadiprojo, 2000)..Adaptasi legum ini adalah tumbuh di daerah tropika,
curah hujan mencapai lebih dari 1270
mm/th, ketinggian 0 - 1.000 m, suhu sedang sampai dengan tinggi, tidak tahan
suhu rendah, tetapi tahan musim kering panjang, kisaran tanah luas, tanah masam
miskin Ca dan P, responsif terhadap pupuk P, sebagai legum pioner, tahan
genangan air (Harjadi, 2002).
2.3.4. Kalopo
(Calopogonium mucunoides)
Tanaman
ini berasal dari Amerika Selatan dengan siklus hidup perennial. Ciri- ciri
tanaman ini adalah tumbuh membelit, merambat serta memanjat. Pada daun dan
batang yang muda berbulu, sehingga tanaman ini kurang disukai ternak. Bentuk
daunnya trifoliat dengan bentuk bunga kecil berwarna ungu (Soemarsono,
2002). Adaptasi tanaman ini dengan tumbuh
didaerah tropik ketinggian 200 - 1000
m dpl dengan curah hujan 1000 - 1400 mm/th. Tanaman ini merupakan legum
pioner yang tidak tahan dingin, dapat
tumbuh pada daerah yang lembab serta tidak tahan terhadap penggembalaan berat
dan dikembangbiaakkan dengan biji 5 - 8 kg/ha (Maryani, 2008).
Pertumbuhan benihkalopo tidak tahan terhadap naungan yang lebat dan terlalu lembab (Susilo, 2001). Kalopo
memiliki batang lunak ditumbuhi bulu-bulu panjang berwarna cokelat dan daunnya
ditutupi oleh bulu halus berwarna cokelat keemasan, sehingga kurang disukai
oleh ternak bila dibandingkan dengan jenis legum lainnya (Sutopo, 2001). Kalopo juga mempunyai akar yang
keluar dari setiap buku batangnya sehingga baik sekali jika digunakan sebagai
tanaman penutup.
BAB III
MATERI
DAN METODE
Praktikum Produksi
Hijauan Makanan Ternak dengan materi skarifikasi dan uji muncul tanah
dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 12 April sampai dengan 26 April 2013 pukul
07.00 - 09.45 WIB di Laboratorium Ilmu Tanaman Makanan Ternak, Fakultas
Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.
3.1. Materi
Bahan yang
digunakan dalam skarifikasi adalah benih puero, centro dan kalopo masing-masing
benih sebanyak 40 biji, air panas suhu 60o C, larutan H2SO4
96%,tisu, tanah dan air. Alat yang digunakan adalah gelas ukur, cawan petri,
saringan, amplas, semprotan air, pot dan bak kecambah.
3.2. Metode
3.2.1. Skarifikasi
Skarifikasi menggunakan tiga metode yaitu secara fisik, kimia dan mekanik.Skarifikasi dengan metode fisik dilakukan dengan memasukkan
40 biji puero (untuk uji kecambah 20 biji dan uji muncul tanah 20 biji) kedalam
air panas dengan suhu 60° C selama 10 menit dan dialiri dengan air dingin setelah
itu meniriskan. Skarifikasi dengan metode kimiawi dengan merendam 40 benih
puero (untuk uji kecambah 20 biji dan uji muncul tanah 20 biji) kedalam larutan
H2SO4 96% pekat selama 15 menit dan dialiri dengan air
dingin setelah itu ditiriskan. Skarifikasi dengan metode mekanik dilakukan
dengan mengamplas 40 benih puero (untuk uji kecambah 20 biji dan uji muncul
tanah 20 biji) pada bagian luar benih di bagian mata bijinya supaya bahan–bahan
yang diperlukan untuk tumbuh seperti air, mineral dan oksigen dapat terserap
dengan baik, kemudian untuk uji kecambah meletakkan masing–masing biji puero
yang sudah diskarifikasi dengan tiga cara tresebut ke bak kecambah yang
diatasnya diletakkan tisu yang telah dibasahi dengan air supaya lembab. Mengamati pertumbuhan biji yang telah diskarifikasi dengan menghitung jumlah biji yang
berkecambah selama 14 hari.
3.2.2. Uji
Muncul Tanah
Metode pada uji
muncul tanah, masing–masing tanaman yang sudah diskarifikasi secara fisik, kimia dan mekanik.tersebut
lalu ditanam dalam pot yang sudah diberi tanah.
Menempatkan
dalam suhu kamar, mengamati dan mencatat jumlah biji yang berkecambah dan biji
yang tumbuh dari dalam tanah setiap hari sampai hari ke-14 dengan melakukan
penyiraman setiap harinya serta menghitung daya perkecambahan. Benih yang tidak berkecambah dianggap mati
kemudian menghitung persentase perkecambahannya, Vigor Index, dan Coefisien
Vigor.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Perkecambahan
4.1.1. Perkecambahan dengan Skarifikasi Fisik
Tabel
1. Perkecambahaan dengan Skarifikasi Uji Fisik
Jenis
Legum
|
IV
|
CV
|
Rata-rata
Kecambah
|
Sentro
|
4,7
|
25,8
|
0,8
|
Puero
|
0,402
|
10
|
0,2
|
Kalopo
|
1,6
|
15,3
|
0,45
|
Sumber :Data Primer
Praktikum Produksi Hijauan Makanan Ternak, 2013.
Hasil
praktikum diperoleh data bahwa Index Virgor dengan perlakuan fisik adalah
0,402, pada puero 4,7, sentro dan pada kalopo 15,3. Coefisien Virgor dengan perlakuan fisik adalah10 pada puero, 25,8 pada sentro dan pada kalopo 15,3. Jumlah rata-rata perkecambahan dengan perlakuan
fisik adalah 0,8%,
pada puero 0,2%, dan pada kalopo 0,45%. Perlakuan
skarifikasi dengan air panas pada suhu 60oC, menghasilkan persentase
daya kecambah yang rendah dikarena cepatnya biji berkecambah dipengaruhi oleh
faktor suhu dan pengaruh cahaya, kecepatan berkecambahan akan meningkat dengan
meningkatnya temperatur. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukamto (2006)
yang menyatakan bahwa biji legum mudah menurunkan daya kecambahnya terutama
daya kecambahnya terutama bila kadar air dalam biji diatas 13% dan disimpan
dalam ruangan yang suhunya 250C serta kelembaban diatas 80%. Cara fisik terendah karena dipengaruhi penyerapan air oleh benih
saat perendaman sehingga benih banyak yang busuk. Hal ini sesuai dengan pendapat Soemarsono (2002) yang menyatakan bahwa
beberapa jenis benih kadang diberi perlakuan perendaman di dalam air panas
dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh benih.
4.1.2. Perkecambahan dengan Skarifikasi Kimia
Tabel
2. Perkecambahaan dengan Skarifikasi Uji Kimia
Jenis
Legum
|
IV
|
CV
|
Rata-rata
Kecambah
|
Sentro
|
3,55
|
30
|
0,6
|
Puero
|
0,763
|
13,88
|
0,25
|
Kalopo
|
3,82
|
14,5
|
0,75
|
Sumber :Data Primer
Praktikum Produksi Hijauan Makanan Ternak, 2013.
Hasil
praktikum diperoleh data bahwa Index Virgor dengan perlakuan kimiawi adalah 0,763, pada puero ,3,55 pada sentro dan pada kalopo 3,82. Coefisien Virgor dengan kimiawi adalah 13,88, pada puero 30, dan pada kalopo 14,5. Rata-rata
jumlah perkecambahan dengan perlakuan kimiawi adalah 0,25%, pada puero 0,6% pada
sentro, dan pada kalopo 0,75%. Perlakuan skarifikasi menggunakan asam sulfat atau
H2SO4 96% memberikan hasil yang cukup baik pada
perkecambahan benih. Hal ini sesuai dengan pendapat Soemarsono (2002) yang menyatakan bahwa perendaman menggunakan asam sulfat pekat menyebabkan kulit biji mejadi
permeabel terhadap air sehingga kulit biji mudah tumbuh dalam periode yang
pendek. Perlakuan skarifikasi dengan menggunakan H2SO4
96% memberikan hasil paling rendah pada perkecambahan biji Centrosema pubescens,
yaitu 32%. Hal ini mungkin disebabkan oleh lamanya perendaman dengan H2SO4
kurang lama atau terlalu lama, kondisi biji yang sudah tidak bagus dan kulit
benih yang terlalu lunak.Hal ini sesuai dengan pendapat (Sutopo, 2001) yang
menyatakan bahwa perendaman yang kurang lama dapat menyebabkan kulit biji yang
masih keras dan belum lunak, sedangkan apabila perandaman yang terlalu lama
dapat menyebabkan biji yang menjadi terlalu lunak sehingga penyerapan air dan
sirkulasi udara yang terlalu banyak.
4.1.2. Perkecambahan dengan Skarifikasi Mekanik
Tabel
3. Perkecambahaan dengan Skarifikasi Uji Mekanik
Jenis
Legum
|
IV
|
CV
|
Rata-rata
Kecambah
|
Sentro
|
2,01
|
31,58
|
0,6
|
Puero
|
0,826
|
15,78
|
0,3
|
Kalopo
|
4,49
|
15,3
|
0,8
|
Sumber :Data Primer
Praktikum Produksi Hijauan Makanan Ternak, 2013.
Hasil
praktikum diperoleh data bahwa Index Virgor
dengan perlakuan mekanik adalah 0,826, pada puero 2,01, dan pada kalopo 4,49. Coefisien
Virgor dengan perlakuan mekanik adalah 15,78 pada puero31,58, pada sentro dan pada kalopo15,3. Jumlah rata-rata
perkecambahan dengan perlakuan mekanik adalah 0,3%, pada puero 0,6% pada sentro, dan pada kalopo 0,8%. Berdasarkan
data tersebut didapatkan bahwa persentase skarifikasi dengan cara mekanik
sangat baik karena pada benih dilakukan menggosok dengan menggunakan amplas
untuk memecah dormansi benih akibat impermeabilitas kulit, baik terhadap air
maupun gas. Hal ini sesuai pendapat Sutopo (2001) yang menyatakan bahwa
cara-cara mekanis yang dilakukan adalah
mengikir atau menggosok kulit biji yaitu dengan pisau atau amplas untuk memecah
dormansi benih akibat impermeabilitas kulit, baik terhadap air maupun gas. Hal ini tidak sesuai dengan
pendaoa Sutopo (2001) yang menyatakan bahwa pengamplasan
yang terlalu halus, hal ini dapat menyebabkan kerusakan terhadap bakal biji,
dijelaskan lebih lanjut pengamplasan yang kurang sempurrna dan pengamplasan
yang tidak tepat pada mata biji atau pengamplasan yang tidak searah dapat menyebabkan
kerusakan pada biji.
4.2. Uji Muncul Tanah
4.2.1. Uji Muncul Tanah dengan Skarifikasi Fisik
Tabel
4. Uji Muncul Tanah dengan Skarifikasi Fisik
Jenis
Legum
|
IV
|
CV
|
Rata
– Rata Kecambah
|
Sentro
|
2,016
|
50
|
0,4
|
Puero
|
0,876
|
10,4
|
2,5
|
Kalopo
|
1,30
|
11,4
|
0,45
|
Sumber :Data Primer
Praktikum Produksi Hijauan Makanan Ternak, 2013.
Hasil praktikum diperoleh data bahwa Index Virgor dengan perlakuan fisik adalah 0,876 pada puero, 2,016 pada sentro, dan pada kalopo 1,30. Coefisien Virgor dengan perlakuan fisik adalah 50 pada puero,50 pada sentro, dan pada
kalopo 11,4. Jumlah
rata-rata uji muncul tanah dengan perlakuan fisik adalah 2,5% pada puero, 0,4% pada sentro, dan pada
kalopo 0,45%. Cepatnya
daya tingginya kecambah dengan cara fisik (H2O) dipengaruhi oleh dua
faktor, yaitu : faktor suhu dan pengaruh cahaya, kecepatan berkecambahan akan
meningkat dengan meningkatnya temperatur lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Susilo (2001) yang menyatakan bahwabiji legum mudah
menurunkan daya kecambahnya terutama daya kecambahnya terutama bila kadar air
dalam biji diatas 13% dan disimpan dalam ruangan yang suhunya 250C
dan kelembaban diatas 80%. Ditambah pendapat(Peter et al., 2002) yang menyatakan bahwa cahaya berpengaruh pada laju
pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
4.2.1, Uji Muncul Tanah dengan Skarifikasi Kimia
Tabel
5. Uji Muncul Tanah dengan Skarifikasi Kimia
Jenis
Legum
|
IV
|
CV
|
Rata-rata
Kecambah
|
Sentro
|
1,75
|
26
|
0,3
|
Puero
|
0,550
|
10,2
|
2,5
|
Kalopo
|
3,82
|
14,5
|
0,75
|
Sumber :Data Primer
Praktikum Produksi Hijauan Makanan Ternak, 2013.
Hasil praktikum diperoleh data bahwa Index Virgor dengan perlakuan kimiawi adalah 0,55 pada puero,1,75 pada sentro, dan pada kalopo
3,82. Coefisien Virgor dengan perlakuan kimiawi pada adalah 10,2 pada
puero, 26 pada sentro, dan pada kalopo 14,5. Jumlah rata-rata uji muncul tanah
dengan perlakuan kimia adalah
2,5%, pada puero 0,3%, dan pada kalopo 0,75%. Skarifikasi dengan cara kimia
sangat bagus karena dengan perendaman menggunakan asam sulfat pekat maka kulit
biji menjadi permeabel terhadap air sehingga kulit pada benih mudah tumbuh
dalam periode pendek. Hal ini sesuai dengan pendapat Soemarsono (2002) yang menyatakan bahwa perendaman menggunakan asam sulfat pekat
menyebabkan kulit biji mejadi permeabel terhadap air sehingga kulit biji mudah
tumbuh dalam periode yang pendek.
4.2.3. Uji Muncul Tanah dengan Skarifikasi Mekanik
Tabel
6. Uji Muncul Tanah dengan Skarifikasi Mekanik
Jenis
Legum
|
IV
|
CV
|
Rata-rata
Kecambah
|
Sentro
|
2,9
|
37,1
|
0,65
|
Puero
|
0,709
|
15
|
30
|
Kalopo
|
40,4
|
12,3
|
0,75
|
Sumber :Data Primer
Praktikum Produksi Hijauan Makanan Ternak, 2013.
Hasil
praktikum diperoleh data bahwa Index Virgor dengan
perlakuan mekanik
adalah 0,709 pada puero,2,9 pada sentro, dan pada
kalopo 40,4. Coefisien Virgor dengan perlakuan
mekanik pada adalah 15 pada puero, 37,1 pada sentro,
dan pada kalopo 12,3.
Jumlah rata-rata uji muncul tanah dengan perlakuan
mekanik adalah 30%,
pada puero,0,65% pada sentro, dan pada kalopo 0,75%. Persentasi skarifikasi dengan menggunakan cara mekanik sangat baik karena pada
benih dilakukan menggosok dengan menggunakan amplas untuk memecah dormansi
benih akibat impermeabilitas kulit, baik terhadap air maupun gas. Hal ini
sesuai pendapat Sutopo (2001) yang menyatakan bahwa cara-cara mekanis yang
dilakukan adalah mengikir atau menggosok
kulit biji yaitu dengan pisau atau amplas untuk memecah dormansi benih akibat
impermeabilitas kulit, baik terhadap air maupun gas. Ditambah pendapat (Sutopo 2001) yangmenyatakan bahwa kedalaman akan mempengaruhi perkecambahan benih, jika benih ditanam terlalu dalam maka akan menghambat proses perkecambahan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Praktikum skarifikasi yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa metode skarifikasi secara mekanik
memberikan dampak yang lebih baik terhadap perkecambahan dan uji muncul tanah
daripada skarifikasi secara kimia dan secara fisik. Daya kecambah dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu tingkat kemasakan biji, tingkat dormansi biji,
temperatur lingkungan dan penyakit. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemunculan
kecambah ke permukaan tanah adalah ukuran biji dan kedalaman biji dalam tanah.
Penyebab biji yang diskarifikasi tidak dapat berkecambah, antara lain biji yang
sudah rusak dan cara skarifikasi yang salah.
5.2. Saran
Praktikan harus menyeleksi biji
dengan benar sehingga menghasilkan benih yang bagus agar dapat tumbuh dengan
baik juga. Praktikan juga harus selalu menyiram biji agar dapat berkecambah
dengan maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Harjadi, M.M. 2002. Pengantar
Agronomi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Kamil, S. 2002. Teknologi
Benih I. Angkasa Raya, Bandung.
Maryani dan Irfandri.
2008. Pengaruh Skarifikasi dan Pemberian Giberellin Terhadap Perkecambahan Benih Tanaman
Aren (Arenga pinnata). PT Rineka
Cipta. Jakarta.
Peter, R. G. dan Fisher,
H. M. 2002. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Sastrapradja, K., dan J. J. Afriastini. 2002. Makanan Ternak. Lembaga
Biologi Nasional LIPPI, Bogor.
Setyati, S. 2000.
Pengantar Agronomi. PT. Gramedia, Jakarta.
Setyowati, S. 2003.
Pengantar Agronomi. Departemen Agraria Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Soegiri, Ilyas. H. S.
Damayanti. 1992. Mengenal
Beberapa Jenis Hijauan Makanan Ternak Daerah Tropik. Direktorat Bina Produksi
Peternakan Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta.
Soemarsono. 2002. Ilmu Tanaman Makanan Ternak. Penerbit Fakultas Peternakan
Universitas Diponegoro, Semarang. .
Susilo, H. 2001. Fisiologi Tanaman Budidaya. Indonesia University Press, Jakarta.
Sutopo, L. 2001. Teknologi Benih. CV. Rajawali, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar